BAB I
MANTIQ, ILMU MANTIQ DAN DALALAH
فَصْلٌ فِي جَوَازِ الِاشْتِغَالِ بِهِ
HUKUM MENDALAMI ILMU MANTIQ
وَالخلف فِي جَوَازِ الِاشْتِغَالِ بِهِ عَلَى ثَلاثَةِ أَقْوَال
"Perbedaan pendapat tentang kebolehan sibuk mempelajari ilmu Mantiq itu ada tiga."
فابْنُ الصَّلَاحِ وَالنَّوَوِي حَرَّمًا – وَقَالَ قَوْمٌ يَنْبَغِي أَنْ يُعْلَمَا
"Ibnu Shalah dan Imam Nawawi, keduanya mengharamkannya, tetapi sekelompok ulama berkata: Seyogyanya ilmu Mantiq itu diketahui."
وَالْقَوْلة الْمَشْهُورَةُ الصَّحِيحَةُ – جَوَازُهُ لِكَامِلِ الْقَرِيحَةِ
"Pendapat yang umum dan shahih adalah boleh mendalami ilmu Mantiq bagi orang yang sempurna akalnya."
مُمارِسِ السُّنَّةِ وَالْكِتَابِ – لِيَهْتَدِي بِهِ إِلَى الْمَرَابِ
"Dan mengerti hadits dan kitab Al-Qur'an, supaya dapat petunjuk dengannya menuju pada kebenaran."
Mengenai hukum boleh dan tidaknya mendalami Ilmu Mantiq, ada tiga pendapat, yaitu:
- Tidak boleh. Pendapat ini adalah pendapat Imam Taqiyyuddin Abu Amr Utsman bin Ash-Shalah (1181–1243 M) dan Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi (1233–1277 M), keduanya mengemukakan fatwa bahwa mempelajari Ilmu Mantiq (logika) hukumnya haram.