BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Grounded theory
atau teori dasar merupakan salah satu model pendekatan penelitian kualitatif
yang sedang berkembang sangat pesat beberapa tahun terakhir ini, baik dari sisi
kuantitas maupun bidang studi yang menggunakannya, dari yang semula di
bidang sosiologi saja sekarang sudah berkembang ke bidang-bidang lain, seperti
pendidikan, ekonomi, antropologi, psikologi, bahasa, komunikasi, politik,
sejarah, agama dan sebagainya.
Penelitian jenis ini (grounded) dikembangkan
pada tahun 1967 oleh Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss dengan
diterbitkannya buku berjudul The Discovery of Grounded Theory. Tetapi
di Indonesia mulai dikenal sekitar tahun 1970. Kehadirannya menghebohkan
para ahli penelitian kualitatif sebelumnya yang selalu berangkat dari
teori untuk menghasilkan teori baru. Teori dipakai sebagai alat untuk memahami
gejala atau fenomena hingga data yang diperoleh. Asumsinya, tanpa teori sebagai
sebuah perspektif, peneliti tidak akan mampu memahami gejala untuk memperoleh
makna (meaning), sehingga bisa jadi gejala yang penting pun untuk
menjawab masalah penelitian terlewatkan begitu saja karena peneliti
memiliki kelemahan atau kekurangan wawasan mengenai tema yang diteliti,
baik secara teoretik atau yang disebut sebagai perspektif teoretik maupun
wawasan empirik yang diperoleh dari pelacakan studi atau penelitian
sebelumnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengertian penelitian Grounded Theory ?
2.
Bagaimana ciri-ciri penelitian Grounded Theory?
3.
Apa saja prinsip-prinsip Grounded Theory?
4.
Bagaimana metode pengumpulan data pada Grounded Theory?
5.
Bagaimana proses analisis data dalam Grounded Theory?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN PENELITIAN GROUNDED THEORY
Istilah
Grounded Theory pertama kali diperkenalkan oleh Glaser & Strauss pada tahun 1967. Glaser adalah
seorang sosiolog sekaligus dosen di Colombia University dan University of California School of
Nursing. Sedangkan Strauss juga seorang sosiolog yang bekerja sebagai Direktur
Social Science Research, Institute for Psychiatric and Psychosomatic Research and Training.
Glaser & Straus dalam bukunya The Discovery of Grounded Theory Strategies for
Qualitative Research menyatakan “We
believe that the discovery of theory from data-which we call
grounded theory-is a major task confronting sociology today, for, as we shall try to show, such
theory fits empirical situations, and is understanable to sociologists and layman alike.
Inti dari pernyataan tersebut kurang lebih adalah: “Kami
meyakini bahwa penemuan teori dari data yang kami sebut grounded theory adalah
tugas utama yang dihadapi ilmu sosiologi saat ini, untuk itu kami berusaha
menunjukkan teori tersebut sesuai dengan situasi empiris dan dapat dimengerti
oleh para sosiolog dan orang awam sekalipun. Ini
merupakan pertama kali istilah grounded theory (GT) diperkenalkan.
Dalam karya monumental mereka tersebut, glaser dan
strauss berupaya mengenalkan suatu corak penelitian untuk menemukan teori
berdasarkan data. Menemukan teori berdasarkan data tersebut merupakan barang
baru yang berlawanan dengan pendekatan klasik (clasical approach) yang
telah berlangsung sedemikian mapan di dunia ilmu pengetahuan.[1]
Pada pendekatan klasik, suatu penelitian menggunakan
logika deduktiko-hipotetiko-vertifikatif. Dalam penerapan logika tersebut, penelitian
dirancang untuk memverifikasi benar salahnya hipotesis yang diderivasi dari
suatu teori. Penelitian berpola demikian lazim disebut dengan istilah
penelitian verifikatif atau studi verifikatif.
Pendekatan grounded theory bergerak dari level
empirikal menuju ke level konseptual-teoritikal atau penelitian untuk menemukan
teori berdasarkan data. Pada pendekatan ini, dari datalah suatu konsep
dibangun. Dari datalah suatu hipotesis dibangun, dan dari datalah suatu teori
dibangun.[2]
Menurut Glaser dan Strauss, Grounded Theory adalah
teori umum dari metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi,
dan validasi dari teori ilmu sosial. Menurut mereka penelitian Grounded Theory
perlu menemukan aturan yang dapat diterima untuk membentuk ilmu pengetahuan
(konsistensi, kemampuan reproduksi, kemampuan generalisasi dan lain-lain),
walaupun pemikiran metodologis ini tidak untuk dipahami dalam suatu pengertian
positivisme.
Tujuan umum dari penelitian grounded theory adalah (1)
secara induktif memperoleh dari data, (2) yang diperlukan pengembangan
teoritis, dan (3) yang diputuskan secara memadai untuk domainnya dengan
memperhatikan sejumlah kriteria evaluatif. Walaupun penelitian grounded
theory dikembangkan dan digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan sosial,
penelitian grouded theory dapat secara sukses diterapkan dalam berbagai
disiplin ilmu. Ini termasuk ilmu pendidikan, studi kesehatan, ilmu politik dan
psikologi. Glaser dan Strauss tidak memandang prosedur grounded theory sebagai
disiplin khusus, dan mereka mendorong para peneliti untuk menggunakan prosedur
ini untuk tujuan disiplin ilmu mereka.[3]
Grounded research
melepaskan teori dan peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan
kata lain, peneliti model grounded bergerak dari data
menuju konsep. Data yang telah diperoleh dianalisis menjadi fakta, dan
dari fakta diinterpretasi menjadi konsep. Jadi prosesnya adalah data menjadi
fakta, dan fakta menjadi konsep. Bagi .peneliti grounded, dan
semua peneliti kualitatif pada umumnya, data selalu dianggap benar, walau
bukan yang sebenarnya, dan karena itu untuk mengetahui atau menjadikan
data menjadi data yang sebenarnya ada proses keabsahan data yang disebut
triangulasi data. Karena itu, triangulasi wajib dilakukan untuk memperoleh data
yang kredibel. Kredibilitas data sangat menentukan kualitas hasil penelitian.
Karena
tidak berangkat dari teori, sering disebut peneliti grounded ke
lapangan dengan “kepala kosong”.
Sayang, dalam kenyataannya istilah “kepala kosong” disalahpahami. Maksudnya
“kepala kosong” adalah peneliti tidak berangkat dari kerangka teoretik
tertentu, tetapi langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Dengan
tanpa membawa kerangka teoretik atau sebuah konsep, maka diharapkan
peneliti dapat memotret fenomena dengan jernih tanpa harus memaksakan
data empirik untuk menyesuaikan diri dengan konsep teoretik. Atau dengan
kata-kata lain, istilah “kepala kosong” artinya adalah peneliti
melepaskan sikap, pandangan, keberpihakkan pada teori tertentu Sebab, keberpihakkan
semacam itu dikhawatirkan kegagalan peneliti menangkap fenomena atau data yang
diperoleh secara jernih karena sudah dipengaruhi oleh pandangen sebuah teori
yang dibawa.[4]
Menurut
Strauss dan Corbin, grounded theory: “is one that inductively derived from the study of the
phenomenon it represents. That is it discovered, develoved, and provisionally
verified through systematic data collection and analysis data pertaining to
that phenomenon. Therefore, data collection, analysis, and theory stand in
reciprocal relationship with each other. One does not begin with a theory, than
prove it. Rather, one begins with an area of study and what is relevant to that
area is allowed to emerge”.
Kutipan
tersebut mempunyai arti: grounded theory adalah teori yang diperoleh
dari hasil pemikiran induktif dalam suatu penelitian tentang fenomena yang ada.
Grounded theory ini ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan melalui
pengumpulan data secara sistematis dan analisis data yang terkait dengan
fenomena tersebut. Oleh karena itu kumpulan data, analisis dan teori saling
mempengaruhi satu sama lain. Peneliti tidak mulai dengan suatu teori kemudian
membuktikannya, tetapi memulai dengan melakukan penelitian dalam suatu bidang,
kemudian apa yang relevan dengan bidang tersebut dianalisis.
Dari
penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa grounded
theory adalah suatu yang bersifat konseptual atau teori sebagai hasil
pemikiran induktif dari data yang dihasilkan dalam penelitian mengenai suatu
fenomena. Atau suatu teori yang dibangun dari data suatu fenomena dan
dianalisis secara induktif, bukan hasil pengujian teori yang telah ada. Untuk
menganalisis data secara induktif diperlukan kepekaan teori (theoretical
sensitivity).
2.
CIRI-CIRI PENELITIAN GROUNDED THEORY
Ciri-ciri
grounded theory sebagaimana penjelasan
Strauss dan Corbin adalah sebagai
berikut:
a. Grounded theory
dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori
yang sudah ada.
b. Penyusunan teori tersebut dilakukan
dengan analisis data secara induktif bukan secara deduktif seperti analisis
data yang dilakukan pada penelitian kuantitatif.
c. Agar penyusunan teori menghasilkan teori
yang benar disamping harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
1. cocok (fit), yaitu apabila teori
yang dihasikan cocok dengan kenyataan sehari-hari sesuai bidang yang diteliti.
2. dipahami (understanding), yaitu
apabila teori yang dihasilkan menggambarkan realitas (kenyataan) dan bersifat
komprehensif, sehingga dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti
maupun oleh peneliti.
3. berlaku umum (generality), yaitu
apabila teori yang dihasilkan meliputi berbagai bidang yang bervariasi sehingga
dapat diterapkan pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam.
4. pengawasan (controll), yaitu
apabila teori yang dihasilkan mengandung hipotesis-hipotesis yang dapat
digunakan dalam kegiatan membimbing secara sistematik untuk mengambil data
aktual yang hanya berhubungan dengan fenomena terkait.
Dalam teori ini juga diperlukan
dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical sensitivity) dari si
peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si peneliti yang memiliki
pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang diteliti, mempunyai pengalaman
penelitian dalam bidang yang relevan. Dengan pengetahuan dan pengalamannya
tersebut si peneliti akan mampu memberi makna terhadap data dari suatu fenomena
atau kejadian dan peristiwa yang dilihat dan didengar selama pengumpulan data.
Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori berdasarkan hasil
analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan dengan teori-teori
lain dapat disusun teori baru.
d. Kemampuan peneliti untuk memberi makna
terhadap data sangat diperngaruhi oleh kedalaman pengetahuan teoretik,
pengalaman dan penelitian dari bidang yang relevan dan banyaknya literatur yang
dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan si peneliti memiliki informasi yang kaya
dan peka atau sensitif terhadap kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam
fenomena yang diteliti.
3.
PRINSIP-PRINSIP METODOLOGI GROUNDED THEORY
Prinsip-prinsip grounded theory dikatakan sebagai
metode ilmiah meliputi sebagai berikut:
a. Perumusan masalah
Pemilihan dan perumusan masalah merupakan
pusat terpenting dari suatu penelitian ilmiah. Dengan memasukkan semua batasan
dalam perumusan masalah, masalah tersebut memungkinkan peneliti untuk
mengarahkan penyelidikan secara efektif dengan menunjukkan jalan ke pemecahan
itu sendiri. Dalam pengertian nyata, masalah adalah separuh dari pemecahan.
b. Deteksi fenomena
Fenomena stabil secara relatif, ciri umum
yang muncul dari dunia yang kita lihat untuk dijelaskan. Yang lebih menarik,
keteraturan penting yang dapat dibedakan ini kadang-kadang disebut “efek”.
Fenomena meliputi suatu cakupan ontologis yang bervariasi yang meliputi objek,
keadaan, proses dan peristiwa, serta ciri-ciri lain yang sulit digolongkan.
c. Penurunan teori (theory
Generation)
Menurut Gleser dan Strauss, grounded
theory dikatakan muncul secara induktif dari sumber data sesuai dengan metode
“constant comparison” atau perbandingan tetap. Sebagai suatu metode penemuan, metode
perbandingan tetap merupakan campuran pengodean sistematis, analisis data, dan
prosedur sampling teoritis yang memungkinkan peneliti membuat penafsiran
pengertian dari sebagian besar pola yang berbeda dalam data dengan pengembangan
ide-ide teoritis pada level abstraksi yang lebih tinggi, daripada deskripsi
data awal.
d. Pengembangan teori
Gleser dan Strauss memegang suatu
perspektif dinamis pada konstruksi teori. Ini jelas dari klaim mereka bahwa
strategi analisis komparatif untuk pnurunan teori meletakkan suatu tekanan yang
kuat pada teori sebagai proses; yaitu, teori sebagai satu kesatuan yang pernah
berkembang, bukan sebagai suatu produk yang sempurna.
e. Penilaian teori (Theory
Appraisal)
Gleser dan Strauss menjelaskan bahwa ada
yang lebih pada penilaian teori daripada pengujian untuk kecukupan empiris.
Kejelasan, konsistensi, sifat hemat, kepadatan, ruang lingkup, pengintegrasian,
cocok untuk data, kemampuan menjelaskan, bersifat prediksi, harga heuristik,
dan aplikasi semua itu disinggung sebagai kriteria penilaian yang bersangkutan.
f. grounded theory yang
direkonstruksi.
Sama halnya konstruksi suatu makalah yang merupakan
kelengkapan suatu penelitian dibandingkan perhitungan naratif penelitian
tersebut, maka rekonstruksi filosofis metode merupakan konstruksi yang
menguntungkan.
4.
METODE PENGUMPULAN DATA
Permulaan
pengumpulan data interpretif studi kualitatif biasanya dilakukan melalui interview atau
observasi. Hasil interview atau pencatatan/perekaman (audio atau video) interaksi dan atau
kejadian dijelaskan atau dituliskan kembali (ditulis dalam format teks atau di tangkap dalam bentuk
identifikasi yang jelas dari sub-element. Sebagai contoh video dapat dianalisis
detik-per-detik. Elemen data kemudian diberi kode dalam kategori apa yang
sedang diobservasi.
Dalam
pengumpulan data dibedakan antara empiri dengan data. Hanya empiri yang relevan dengan obyek
dan dikumpulkan oleh peneliti dapat disebut data. Maka diperlukan proses seleksi dalam
kewajaran menangkap semua empiri. Seseorang yang sedang memperhatikan jenis
mobil tertentu, pada saat berjalan-jalan pun akan memperhatikan jenis mobil itu yang
dikendarai orang lain tanpa memperhatikan jenis mobil yang lain.
Sesudah
melakukan observasi atau wawancara peneliti segera harus membuat catatan hasil rekaman observasi
partisipan atau wawancara. Noeng Muhadjir sebagaimana
dikutip Sudira menyarankan agar mencari peluang
waktu dimana ingatan masih segar dan sedang tidak ada bersama dengan subyek
responden. Bogdan dikutip oleh Noeng Muhadjir membedakan catatan dalam dua hal yaitu
catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan deskriptif
lebih menyajikan
rinci kejadian,bukan merupakan ringkasan dan juga bukan evaluasi. Bukan meringkas atau
mengganti kata atau kalimat yang dikatakan. Ini penting karena sebuah kata atau kalimat maknanya
akan bisa berbeda tergantung konteksnya. Karenanya perlu deskripsi yang riil tentang
tampilan fisiknya (pakaian, raut wajah, perlengkapan, dsb), situasinya, interaksi yang terjadi,
lingkungan fisik, kejadian khusus, lukisan aktivitas secara rinci, perilaku, pikiran dan
perasaan peneliti juga perlu dideskripsikan. Sedangkan catatan reflektif lebih mengetengahkan
kerangka fikiran,ide, dan perhatian peneliti, komentar peneliti, hubungan berbagai data,
kerangka fikir (oleh Guba dan Strauss disebut sebagai memo analitik).[5]
Menurut Creswell pengumpulan data dalam studi grounded
theory merupakan proses “zigzag”, keluar lapangan untuk memperoleh informasi,
menganalisis data, dan seterusnya. Partisipan yang diwawancarai dipilih secara
teoritis –dalam theoritical sampling- untuk membentu peneliti membentuk teori
yang paling baik.[6]
5.
PROSES ANALISIS DATA
Proses analisis data dalam penelitian grounded theory
bersifat sistematis dan mengikuti format standar sebagai berikut:
a.
Dalam pengodea terbukan (open coding), peneliti membentuk kategori
awal dari informasi tentang fenomena yang dikaji dengan pemisahan informasi
menjadi segmen-segmen. Di dalam setiap kategori, peneliti menemukan beberapa
propertics, atau subkategori, dan mencari data untuk membuat dimensi (to
dimensionalize), atau memperlihatkan kemungkina ekstrem pada kontinum properti
tersebut.
b.
Dalam pengkodean poros (axial coding), peneliti merakit data dalam
cara baru setelah open coding. Rakitan data ini dipresentasikan
menggunakan paradigma pengodean atau diagram logika dimana peneliti
mengidentifikasi fenomena sentran (yaitu kategori sentral tentang fenomena),
menjajaki kondisi kausal (yaitu ketegori yang mempengaruhi fenomena),
menspesifikasikan strategi (yaitu tindakan atau interaksi yang dihasilkan dari
fenomena sentral), mengidentifikasi konteks dan kondisi yang menengahinya
(yaitu kondisi luas dan sempit yang mempengaruhi strategi), dan menggambarkan
konsekuensi (yaitu hasil dari strategi) untuk fenomena ini.
c.
Dalam pengodean selektif (selective coding), peneliti
mengidentifikasi “garis cerita” dan menulis cerita yang mengintegrasikan
kategori dalam model pengodean poros. Dalam fase ini, proposisi bersyarat
(coditional proposition) atau hipotesis biasanya disajikan.
d.
Akhirnya, peneliti dapat mengembangkan dan menggambarkan secara visual
suatu matrik kondisional yang mejelaskan kondisi sosial, historis, dan ekonomis
yang mempengaruhi fenomena sentral. Fase analisis ini tidak sering ditemukan
dalam grounded theory.
Hasil proses pengumpulan dan analisis data ini adalah
suatu teori, teori level subtantif subtantive level theory) yang ditulis oleh
peneliti tertutup pada suatu masalah khusus atau populasi orang. Teori ini
selanjutnya cenderung diuji secara empiris sekarang kita mengetahui variabel
atau kategori data lapangan, meskipun studi ini dapat diakhiri pada poin ini
karena penurunan suatu teori merupakan hasil studi yang sah/legitimate.
Menurut Strauss dan Corbin prosedur analisis dalam
penelitian grounded theory yang disebutkannya sebagai proses pengodean (coding
proces) dirancang sebagai berikut;
1.
Membangun daripada hanya mengetes teori
2.
Memberikan proses penelitian rigor ‘ketegasan’ yang diperlukan untuk
membuat teori ilmu pengetahuan yang baik
3.
Membantu menganalsis untuk memcahkan melalui bias dan asumsi yang dibawa
4.
Melengkapi grounding, membangun pengungkapan, dan mengembangkan kepekaan
serta integrasi yang diperlukan untuk melahirkan suatu yang besar, mempersempit
jaringan, menjelaskan teori yang secara tertutup mendekati realitas yang mewakilinya.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan pada bab sebelumnya, dapat
ditarik beberapa kesimpulan diantaranya:
- grounded theory adalah suatu yang bersifat konseptual atau teori sebagai hasil pemikiran induktif dari data yang dihasilkan dalam penelitian mengenai suatu fenomena. Atau suatu teori yang dibangun dari data suatu fenomena dan dianalisis secara induktif, bukan hasil pengujian teori yang telah ada.
- Ciri-ciri diantarnya:
- Grounded theory dibangun dari data tentang suatu fenomena
- Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data secara induktif
- Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar disamping harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu: cocok, dipahami, berlaku umum, pengawasan, juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical sensitivity) dari si peneliti.
- Peneliti mempunyai wawasan yang luas
- Prinsip-prinsip grounded theory meliputi: Perumusan masalah, deteksi fenomena, penurunan teori, pengembangan teori, penilaian teori, dan grounded theory yang direkonstruksi.
- Menurut Creswell pengumpulan data dalam studi grounded theory merupakan proses “zigzag”, keluar lapangan untuk memperoleh informasi, menganalisis data, dan seterusnya. Partisipan yang diwawancarai dipilih secara teoritis –dalam theoritical sampling- untuk membentu peneliti membentuk teori yang paling baik
- Proses analisis data dalam grounded theory meliputi: pengodean terbuka (open coding), pengodean poros (axial coding), pengodean selektif (selective coding), dan proposition.
B.
SARAN
Dalam penulisan dan
presentasi makalah ini, tidak menutup
kemungkinan kami jauh sekali dari
kesempurnaan, baik dari metodologi, bahasan, dan penguasaan materi.
Maka dari itu, kami sangat
mengharapkan
saran
dan kritik, baik
secara teguran
langsung maupun
tertulis
kepada
kami,
agar dapat
dijadikan sebagai introspeksi dan perbaikan dalam mengerjakan tugas dan kelompok selanjutnnya.
DAFTAR PUSTAKA
Emzir. 2009. Metodologi
Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, Jakarta: PT.RAJAGRAFINDO
PERSADA
Bugin. 2008.
Burhan. Analisis Data Penelitian
Kualitatif, Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA
Putu Sudira, 2009. Studi mandiri grounded theory S-3
Pendidikan Teknologi Kejuruan PPS UNY. http://staff.uny.ac.id
Mudjia Rahardjo, Memahami (Sekali Lagi)
Grounded Research, www.mujiarahardjo.com, Monday,
17 October 2011 06:04
[1] Burhan
Bugin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO
PERSADA, 2008, 119
[2] Bugin, Analisis
Data, 119
[3] Emzir, Metodologi
Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta:
PT.RAJAGRAFINDO PERSADA, 2009), 193
[4] Mudjia Rahardjo, Memahami (Sekali Lagi)
Grounded Research, www.mujiarahardjo.com,
Monday,
17 October 2011 06:04
[5] Putu Sudira, Studi mandiri grounded theory, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131655274/GROUNDED%20THEORY.pdf
Terimakasih atas penjelasan dari bang hazan tentang Grounded Theory
BalasHapussemoga bermanfaat bagi pembaca dan penulisnya