Perkembangan Agama Pada masa Remaja (Makalah Psikologi Agama)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Agama dan Remaja merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji, hal itu karena kehidupan remaja dan kehidupan keagamaan merupakan dua istilah yang tampak berlawanan, kehidupan keagamaan sering ditafsirkan dengan kehidupan yang penuh dengan ketenangan, kedamaian dan kemapanan. Sedangkan kehidupan remaja cenderung akan kehidupan yang penuh dengan gejolak, kegoncangan, dan pemberontakan.
Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan. Bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Sedangkan, Kehidupan remaja merupakan masa perkembangan setelah masa anak-anak menuju dewasa, dari masa tanpa identitas menuju masa kepemilikan identitas diri. Pada fase tersebut perkembangan semua aspek dari dalam diri remaja dipengaruhi oleh suasana transisi yang penuh dengan gejolak. Kemampuan melewati masa transisi inilah yang kemudian akan membawa kepada fase kedewasaan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian dari remaja?
2.      Bagaimana perkembangan fisik dan psikis pada remaja?
3.      Bagaimana perkembangan agama pada masa remaja?
4.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agama pada masa remaja?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN REMAJA
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adoloscentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Kata tersebut mengandung aneka kesan, ada yang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang potensinya dapat dimanfaatkan dan kelompok yang bertanggung jawab terhadap bangsa dalam masa depan. Masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional. Masa remaja kadang panjang kadang pendek tergantung lingkungan dan budaya di mana remaja itu hidup. 
Kehidupan remaja itu sendiri merupakan salah satu fase perkembangan dari diri manusia. Fase ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak dalam menggapai kedewasaan. Disebut masa transisi karena terjadi saling pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesumuanya akan mempengaruhi keadaan kehidupan remaja.[1]
Neidahart menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.[2]

B.     PERKEMBANGAN FISIK DAN PSIKIS PADA MASA REMAJA
Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot tubuh bekembang pesat sehingga kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih mirip anak-anak.
Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa. Demikian pula, segi seks. Mereka telah mampu berketurunan. Pertumbuhan jasmani dari luar dan dalam (kelenjar) yang telah matang itu akan mengakibatkan timbulnya dorongan-dorongan seks, yang perlu mendapat perhatian. Dorongan yang bersifat biologis tersebut menimbulkan kegoncangan emosi, yang selanjutnya membawa berbagai tindakan, kelakuan, atau sikap yang menjurus ke arah pemuasan dorongan tersebut.[3]
Pada pria akan nampak hal-hal seperti: (a) timbulnya rambut di daerah alat kelamin ‘public hair’; (b) timbulnya rambut di ketiak ‘axillary hair’ seringkali tumbuh rambut di lengan, kaki dan dada; (c) kulit menjadi lebih kasar; (d) kelenjar yang menghasilkan lemak di kulit ‘sebacious’ menjadi aktif sehingga timbul banyak ‘kukul’ jerawat; (e) kelenjar keringat bertambah besar dan aktif sehingga banyak keringat keluar; (f) otot tubuh, kaki dan tangan membesar; (g) timbulnya perubahan suara pada umur kurang lebih 13 tahun suara mulai membesar.[4]
Sedangkan pada wanita akan nampak hal sebagai berikut: (a) Perkembangan pinggul yang membesar dan menjadi bulat disebabkan oleh membesarnya tulang pinggul ‘pelvis’; (b) perkembangan buah dada; (c) timbulnya rambut di daerah kelamin; (d) timbulnya rambut di ketiak; (e) kelenjar sebaceous menjadi lebih besar dan aktif yang menyebabkan timbulnya jerawat; (f) kelenjar keringat menjadi lebih aktif; (g) tumbuhnya rambut di lengan dan kaki.[5]
Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian. Perhatian lawan jenis sangat diharapkan, apabila tidak mendapatkan perhatian dari lawan jenis maka terkadang akan merasa sedih, menyendiri, atau akan mencoba untuk melakukan hal-hal yang menarik perhatian. Bahkan kadang-kadang ada yang mengalami kegoncangan jiwa dengan bermacam-macam gejala.[6]
Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi remaja. Mereka akan merasa sedih, apabila diremehkan atau dikucilkan dari masyarakat dan teman-temannya. Karena itu, mereka tidak mau ketinggalan mode atau kebiasaan teman-temannya. Kadang-kadang mereka juga marah kepada orang tuanya apabila mereka mencoba membatasi mereka. Mereka juga sering marah pabila ditegur, dikritik, atau dimarahi di depan teman-temannya karena takut akan kehilangan penghargaan dirinya.[7]

C.     PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
Masa remaja merupakan masa pencapaian identitas, bahkan bisa dikatakan perjuangan pokok pada masa remaja adalah antara identitas dan kekacauan peran. Pada waktu orang remaja menemukan siapa dirinya yang sebenarnya atau identitasdiri, tumbuhlah kemampuan untuk mengikat kesetiaan kepada suatu pandangan atau ideologi.[8]
Pada usia remaja, sering kali kita melihat mereka mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan dalam beragama. Misalnya, mereka kadang-kadang sangat tekun sekali menjalankan ibadah, tetapi pada waktu lain enggan melaksanakannya. Bahkan menunjukkan sekiap seolah-olah anti agama. Hal tersebut karena perkembangan jasmani dan rohani yang yang terjadi pada masa remaja turut mempengaruhi perkembangan agamannya. Dengan pengertian bahwa penghayatan terhadap ajaran dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan jasmani dan mereka.[9]
Zakiah Daradjat, Starbuch, William James, sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
 Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1.      Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut: 
Pertama; Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain. 
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2.      Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini: 
Pertama; Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa. 
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.[10]
Kehidupan keagamaan mempunyai beberapa sisi, hal ini kemudian disebut sebagai dimensi rasa keagamaan Verbit 1970 mengemukakan enam dimensi rasa agama, yaitu doctrine, ritual, emotion, knowledge, ethic, dan community.[11]
1.      Perkembangan dimensi Doctrine
Doctrine adalah pernyataan tentang hubungan dengan tuhan, oleh Stark dan Glock disebut dimensi belief yaitu keyakinan tentang ajaran ajaran agama. Perkembangan dimensi agama pada usia remaja bersifat abstrak, yang merupakan penilaian diri secara abstrak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tuhan. Pemahaman agama pada masa remaja bisa merupakan kelanjutan dari apa yang diperoleh pada usia kanak-kanan, bisa juga merupakan hal baru yang diterima oleh remaja. Tetapi dari segi cara pandang remaja terhadap kebenaran berkaitan dengan tuhan atau kebenaran agama berbeda dengan masa sebelumnya.
2.       Perkembangan dimensi Ritual
Ritual adalah dimensi rasa keagamaan yang berkaitan dengan perilaku peribadatan yang menunjukkan pernyataan tentang keyakinan diri terhadap tuhan dan ajarannya. Pada masa remaja, tujuan dan sifat peribadatan sudah bersifat abstrak dan umum, serta sudah mulai terdapat dorongan dari dalam diri. Intensitas dan kualitas peribadatan remaja ini sangat dipengaruhi oleh pembiasaan ritual yang sudah ia terima semasa kanak kanak dan juga peristiwa peristiwa kejiwaan yang sedang dialaminya.
3.       Perkembangan Emotion keagamaan
Perkembangan dimensi emosi (emotion) keagamaan remaja banyak dipengaruhi oleh perkembangan emosi pada umumnya. Situasi emosi remaja banyak dipengaruhi oleh perasaan perasaan yang baru diantaranya rasa khawatir (anxiety) yang muncul karena proses menuju kemandirian, raa kebingungan (confusion and conflict) antara nilai dan realita yang ada di lingkungan sekitarnya, juga timbulnya perasaan cinta terhada lawan jenisnya. Kesensitifan emosi remaja disebabkan karena dalam diri mereka muncul sikap yang wajar menurut orang dewasa.
4.       Perkembangan pengetahuan keagamaan
Perkembangan pengetahuan keagamaan berkaitan dengan keterlibatan diri terhadap pemilikan pengetahuan yang meliputi semua aspek keagamaan.perkembangan intelektual remaja merupakan fase formal operation. Unsur pokok pemikirannya adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif. Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Pemikiran keagamaan yang tertanam pada usia anak yang akan muncul lagi dengan disertai daya kritik dan evaluasi terhadap pemikiran tersebut.
5.       Etik keagamaan
Perkembangan etika keagamaan erat hubungan dengan perkembangan moral, yaitu aspek jiwa yang berkaitan dengan dorongan untuk berperilaku sesuai dengan aturan moral di lingkungannya. Perkembangan moral pada usia remaja disebut fase autonomy, yaitu fase ketika orientasi moral didasarkan pada prinsip prinsip aturan yang telah terinternalisasikan dalam hati nurani melalui otoritas eksternal dan orientasi sosial.
6.      Perkembangan orientasi sosial keagamaan
Kelompok kawan sebaya merupakan faktor pemberi pengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan remaja, karena kelompok kawansebayanya merupakan media pengembangan dorongan kemandiriannya Kelompok teman sebaya seagama akan menjadi sumber proses pengayaan konsep keagamaan remaja melalui proses aplikasi perilaku dan juga menumbuhkan rasa kepedulian sosial keagamaan, sebagai dorongan diri yang diperlukan untuk dasar aplikasi ajaran agam tentang ikatan social kemasyarakatan.[12]



D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
Perkembangan rasa keamaan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya hati nurani keagamaan, baik kualitasnya pada akhir usia anak maupun perkembangan pada usia remaja. Hati nurani yang sudah tumbuh kuat pada akhir masa anak-anak akan akan memudahkan perkembangan rasa keagamaan pada masa remaja.
Faktor consience atau hati nurani ini mempunyai padanan kata superego, inner light dan inner policemen. [13] Pada masa remaja, anak masuk ke dalam tahap pendewasaan, dimana hati nurani (conscience) sudah mulai berkembang melalui pengembangan dan pengayaan pada usia anak melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi nilai tersebut terlaksana melalui proses identifikasi anak terhadap perilaku orang tuanya dan juga orang orang di sekelilingnya yang memiliki kesan dominan secara kejiwaan, sehingga terjadi proses imitasi sikap dan perilaku. Kekuatan dari kata hati sebagiannya justru terletak pada ketidak mengertian anak, karena dengan begitu konsep nilai yang masuk dalam diri anak terbentuk melalui proses tanpa tanya, begitu saja terserap tanpa adanya reaksi dari dalam. 
Proses kerja hati nurani dibantu oleh gejala jiwa yang lain yang disebut rasa bersalah (guilt) dan rasa malu (shame), yang akan muncul setiap kali ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya. Clark menyatakan bahwa kapasitas untuk memiliki kata hati adalah merupakan potensi bawaan bagi setiap manusia, tetapi substansi dari kata hati merupakan hasil dari proses belajar.
Rasa bersalah (guilt) adalah perasaan yang tumbuh jika dirinya tidak melakukan sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Beriringan dengan itu kemudian muncul rasa rasa malu (shame), yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian negatif dari orang lain terhadap dirinya. Kata hati, rasa bersalah dan rasa malu dalam perkembangan religiousitas adalah mekanisme jiwa yang terbentuk melalui proses internalisasi nilai nilai keagamaan pada usia anak, yang akan berfungsi sebagai pengontrol perilaku pada usia remaja.
Hati nurani mulai mengambil peran pada masa remaja yang juga membantu dalm proses pemilikan pandangan hidup yang akan menjadi dasar dasar pegangan hidupnya dalam bermasyarakat.
Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan:
1.       Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah menuju agma yang batiniah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
2.       Perasaaan Beragama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri remaja. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada Tuhan/Agama. Perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang.
3.      Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan, remaja cenderung dihadapkan pada konflik antara pertimbangan moral dan materil. Terhadap konflik ini remaja cenderung bingung untuk menentukan pilihan. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi cenderung pada pertimbangan lingkungan sosialnya.[14]
4.      Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja.




BAB III
KESIMPULAN
1.      Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik, masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri
2.      Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa. Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian.
3.      Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
a.       Masa awal remaja (12-18 tahun) diantara tahapannya adalah:  Sikap negative, pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau, dan penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic.
b.      Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut ini: sikap kembali ke arah positif, pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya, dan penghayatan rohaniahnya kembali tenang.
4.      Diantara faktor yang mempengaruhi agama remaja adalah: concience atau hati nurani, pertumbuhan dan pikiran mental, perasaaan beragama, pertimbangan sosial, perkembangan moral




Daftar Pustaka

Arifin, Bambang Syamsul, 2008, Psikologi Agama,  Bandung: Pustaka Setia
Crapps , Robert W, 1995, Dialog Psikologi dan Agama, Yogyakarta: KANISIUS
Hurlock, E.B., Child development, New York :1978, Mc Graw Hill Book Company
Jalaluddin, 2004,Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nurhayati, Tati, 2007 Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal Al-Tarbiyah edisi XX, vol I Juni



[1] Tati nurhayati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal Al-Tarbiyah edisi XX, vol I Juni 2007, 60
[3] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 65
[6] Bambang, Psikologi Agama, 66
[7] Bambang, Psikologi Agama, 67
[8] Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: KANISIUS, 1995), 90
[9] Bambang, Psikologi Agama, 68
[11] Tati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja, 63

[13] Hurlock, E.B., Child development. (New York :1978, Mc Graw Hill Book Company),388
[14] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: 2004, Raja Grafindo Persada), 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar