PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM (Kajian Tafsir Surat Al-Alaq Ayat 1-5)



PENDAHULUAN
   LATAR BELAKANG
Islam adalah satu-satunya agama samawi yang memberikan perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan. Perhatian ini dibuktikan melalui turunnya wahyu pertama Qs. Al-Alaq 1-5. Sebagian mufasirin menyatakan bahwa ayat tersebut sebagai proklamasi dan motivasi terhadap ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kita harus memberikan skala prioritas yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Tanpa itu, kita akan terus daitur, dijajah, dan didekte oleh bangsa lain yang lebih tinggi kemajuan ipteknya. Dengan kemajuan iptek kita dapat mensejahterakan kehidupan umat manusia, dan mengelola alam dengan baik.
Mengenai wahyu pertama dalam surat Al-Alaq tersebut, terdapat khilafiyah dikalangan ulama’, Pendapat minoritas mengatakan bahwa surat yang pertama kali turun yaitu surat Al-Fatihah. Diantara yang berpendapat seperti itu adalah Syekh Muhammad Abduh dengan dalil riwayat Al-Baihaqi yang ternyata haditsnya adalah dho’if, dan dalil naqli (secara akal) yang menyatakan bahwa Allah akan menjelaskan sesuatu dari yang global, sedangkan Al-Fatihah mencakup penjelasan Al-Qur’an secara global.
Namun golongan mayoritas tidak sependapat dengan hal itu karena lebih berpegang pada hadits yang lebih shohih diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori yang menjelaskan bagaimana peristiwa pertama kali turunnya Al Qur’an, dan yang turun pertama kali yaitu surat Al ‘Alaq (ayat 1-5).



PEMBAHASAN
Artinya:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmu-lah yang Maha Mulia.
4. Yang mengajar (manusia) pena.
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.


1.  
    PROLOG TURUNNYA SURAT
Disebutkan dalam hadits-hadits shahih, bahwa Nabi SAW, mendatangi gua Hira’ (Hira’ adalah nama sebuah gunung di Makkah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari. Beliau kembali kepada Istrinya –Siti Khadijah- untuk mengambil bekal secukupnya. Hingga pada suatu hari –di dalam gua- beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu ilahi. Malaikat berkata kepadanya, “bacalah!” beliau menjawab, “saya tidak bisa membaca”. Perawai mengatakan, bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang Nabi dan menekan-nekannya hingga Nabi kepayahan, dan setelah itu dilepaskan. Malaikat berkata lagi kepadanya, “Bacalah!” Nabi menjawab, “saya tidak bisa membaca”. Perawi mengatakan bahwa untuk ketiga kalinya melaikat memegang Nabi dan menekan-nekannya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah Nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surat Al-‘Alaq ayat 1-5.
Para perawi hadist mengatakan, bahwa Nabi SAW kembali ke rumah Khadijah dalam keadaan gemetar seraya mengatakan, “selimutilah aku, selimutilah aku”. Kemudian mereka menyelimuti beliau hingga rasa takut beliau pun hilang. Setelah itu beliau menceritakan semuanya kepada Khadijah. Lalu beliau berkata “aku merasa khawatir terhadap diriku”. Khadijah menjawab, “jangan, bergembiralah! Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah orang yang menyambungkan silaturrahmi, benar dalam berkata, menanggung beban, gemar menyuguhi tamu dan gemar menolong orang yang tertimpa bencana.”
Kemudian khadijah mengajak beliau menemui Waraqah ibnu Naufal ibnu ‘Abdil ‘Uzza (anak paman Khadijah). Beliau adalah pemeluk agama Nasrani di zaman jahiliyah, pandai menulis Arab dan menguasai Bahasa ibrani, serta pernah menulis Injil dalam bahasa Arab dari bahasa aslinya, Ibrani. Beliau seorang yang sudah lanjut usia, dan buta kedua matanya. Khadijah berkata kepadanya, “hai anak paman! Dengarkanlah apa yang dikatakan anak saudaramu ini.” Waraqah bertanya kepada Nabi, “wahai anak saudaraku, apakah yang engkau saksikan?”. Kemudian Nabi saw menceritakan apa yang dialaminya kepadanya. Warawah berkata, “Malaikat Namus (pakar ahli yang pandai) inilah yang pernah datang kepada Nabi isa. Jika saja aku masih kuat, dan jika saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu”. Rasulullah SAW bertanya, “ya, tidak seorang pun datang membawa apa yang kau bawa, melainkan ia akan dimusuhi. Jika aku masih hidup dimasa itu, aku akan menolongmu sekuat tenaga.” Tetapi tidak lama kemudian ia wafat. Hadist ini diriwayakan oleh Imam Ahmad, Bukhari, dan Muslim.
Berdasarkan hadits tersebut dapat disimpulakn bahwa permulaan surah ini merupakan awal ayat-ayat al-Qur’an diturunkan. Dan merupakan Allah pertama yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya, serta khittab pertama ditujukan kepada Rasulullah SAW.


URAIAN DAN TAFSIR AYAT

Iqro dapat diartikan membaca, menghimpun, menelaah, mendalami, meneliti dan menyampaikan. Mustafa Al Maraghi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa arti Iqro yaitu Allah menjadikan engkau (Muhammad SAW) bisa membaca dengan kehendakNya yang tadinya engkau tidak bisa membaca. Pakar tafsir yang lain membantah hal ini karena setelah menerima wahyu ini Muhammad SAW tetap tidak bisa membaca. Justru Beliau SAW tidak bisa membaca dan menulis adalah sebuah mu’jizat, karena dengan begitu orang tidak akan ragu mengakui bahwa Al-Qur’an adalah murni wahyu dari Allah SWT tanpa campur tangan Muhammad SAW (Surah Al Ankabut:48).
Seorang Syekh Al Azhar bernama Abdul Halim Mahmud dalam bukunya berjudul Al-Qur’an fii Syahril Qur’an menyatakan bahwasanya makna Iqro bis mirobbik adalah lambang dari semua aktivitas manusia baik aktif maupun pasif senantiasa dalam koridor (selalu dihubungkan dengan) Allah SWT. Duduknya kita karena Allah, berjalannya kita karena Allah, bekerjanya kita karena Allah, tidurnya kita karena Allah. Dan inilah yang seharusnya menjadi falsafah dalam hidup kita, bahwa semua yang kita lakukan hanyalah karena Allah.
Ismun ada dua pengertian, asumu berarti tinggi dan asimma berarti tanda. Maksudnya adalah bahwa sebuah nama adalah sebuah tanda dan nama itu ingin selalu ditinggikan.
Rabb artinya adalah pemelihara. Wahyu pertama sampai wahyu ke delapan belas tidak pernah menggunakan kata Allah tapi menggunakan kata Robb. Surat ke sembilan belas (Al Ikhlas) baru ditemukan kata Allah untuk menjelaskan tuhan. Ahli tafsir meneliti redaksi ini dan mendapatkan jawaban bahwa ternyata orang kafir zaman dulu sudah mengenal kata Allah. Bukti tentang hal ini adalah Ayah Nabi Muhammad SAW sendiri bernama ‘Abdullah (hamba Allah), namun beliau sudah meninggal dunia sebelum Islam muncul. Namun Allah yang mereka kenal adalah tidak sesuai ajaran Al Qur’an. Menurut mereka Allah punya hubungan dengan jin (Ash Shofat:158) dan Allah punya anak-anak perempuan (Al Isro:40).
Kholaqo al Insaana Min Alaq yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah”. Kholaqo menjadikan atau menciptakan. Menurut ahli tafsir, Allah menggunakan kata kholaqo karena menekankan kekuasaan dan keagungan Allah SWT dalam penciptaan. Berbeda dengan kata ja’ala yang digunakan untuk menekankan manfaat dari ciptaan Allah SWT.
Insaan manusia. Menurut Quraish shihab berasal dari 3 kata, nausun artinya dinamis, unsun artinya jinak dan harmonis, nisyun artinya lupa. Oleh karena itu manusia haruslah dinamis, jinak, menyukai keharmonisan dan mempunyai sifat pelupa.
Alaq segumpal darah. Kenapa Allah menggunakan periode ‘Alaq (segumpal darah) dalam pembentukan manusia pada ayat ini? Ahli kedokteran menyebutkan bahwa empat puluh hari pertama setelah pertemuan ovum dan sperma belum menjadi segumpal darah, oleh karena itu banyak yang membantah ‘alaq diartikan sebagai segumpal darah. Quraish Shihab menyatakan al ‘alaq bisa diartikan menggantung, dan ternyata setelah diteliti diketahui bahwa setelah ovum dan sperma bertemu, akan menggantung di rahim. Urutan penciptaan manusia lebih jelas dapat dilihat dalam QS Mu’minun : 11-14.

Iqro disebutkan berulang pada ayat pertama dan ayat kedua, tentunya ada makna tersendiri. Menurut al-Maraghi, perintah tersebut disebutkan berulang sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Quraish Shihab menjelaskan maknanya adalah bacalah dan karena engkau telah membaca, karena keagungan dan kemuliaan Allah maka engkau pun akan menjadi mulia. Oleh karena itu Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Jikalau engkau ingin mulia maka banyaklah membaca dan meneliti.
Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya: "Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagiannya. Dengan itu mula dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.

Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya berjauhan. Dan ia tidak ubahnya lisan yang berbicara. Qalam atau pena adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu zat yang menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi tidak ada kesulitan bagi-Nya.
Disini Allah menyatakan bawa diri-Nyalah yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantaraan qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakekat segaa sesuatu.

Kemudian dalam ayat ini Allah memberikan keterangan tentang limpahan karunia-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dia-lah Tuhan yang mengajar menusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama dari binatang, sedangkan manusia pada permulaan hiduonya tidak mengetahui apa-apa. Oleh sebab itu apakah menjadi suatu keanehan bahwa Dia mengajar Nabi-Nya pandai membaca dan mengetahui bermacam macam ilmu pengetahuan serta Nabi SAW sanggup menerimannya.
Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca di atas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat, hikmat, ilmu dan rahmat. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Tuhan,



KESIMPULAN
Ayat ini menyatakan bahwa manusia dijadikan dari segumpal darah atau menurut pendapat lain ‘alaq (sesuatu yang melekat).
Dengan ayat-ayat ini terbuktilah tentang tingginya nilai membaca, menulis dan berilmu pengetahuan. Andaikata tidak karena qalam niscaya tidak banyak ilmu pengetahuan yang tidak terpelihara dengan baik. Banyak penelitian yang tidak tercatat dan banyak ajaran agama hilang, pengetahuan orang dahulu kala tidak dapat dikenal oleh orang-orang sekarang baik ilmu, seni, dan penemuan-penemuan mereka.
Manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.
Demikian pulan dengan pena tidak dapat diketahui sejarah orang-orang yang berbuat baik atau yang berbuat jahat dan tidak ada pula ilmu pengetahuan yang menjadi pelita bagi orang-orang yang datang sesudah mereka. Ayat ini juga menjadikan bukti kekuasaan Allah yang menjadikan manusia dari benda mati yang tidak berbentuk dan berupa dapat dijadikan Allah menjadi manusia yang sangat berguna dengan mengajarinya pandai membaca dan menulis.




Daftar pustaka
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1993, Tafsir Al-Maraghi Juz XXX, terjemah oleh Bahrun Abu Bakar, Semarang: TOHA PUTRA.
Depag RI, 1990, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid X, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf
Depag RI, 2007, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah Vol. XV, Jakarta: Lentera Hati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar