PEMBAHASAN
TERJEMAH
AYAT
Artinya: “ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Uraian Ayat
Allah S.W.T memerintahkan kepada Rasul-Nya
supaya beliau mengambil sedekah (zakat) dari sebahagian harta mereka untuk
menyucikan dan membersihkan mereka. Ayat ini umum, yakni perintah wajib zakat
ini diperuntukkan bagi seluruh kaum muslimin yang mampu atau kaya. Ketentuan
ini berlaku pula bagi orang yang mencampurkan amal soleh dengan amal buruk.
Firman Allah S.W.T : "Serta
berdoalah bagi mereka" yaitu doakanlah mereka dan mintakanlah
keampunan bagi mereka. Penafsiran ini sejajar dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim di dalam Sahihnya dari Abdullah bin Abi Aufa, dia berkata, "
Apabila Nabi S.A.W. menerima sedekah dari suatu kaum, maka Baginda mendoakan
mereka. Ayahku pergi untuk menyampaikan sederkahnya (zakat). Maka Baginda
berdoa, "Ya. Allah, semoga Engkau melimpahkan rahmat kepada keluarga Abi
Aufa.”
Firman Allah S.W.T : "Sesungguhnya
selawat (do’a) engkau itu mendatangkan ketenteraman hati bagi mereka".
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan, "Merupakan rahmat bagi
mereka". Menurut suatu pendapat
yang dimaksud dengan sakanun adalah ketenangan batin lantaran taubat
mereka diterima.
Firman Allah S.W.T: "Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," yaitu Maha Mendengar
doa-doamu dan Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat do’amu. Imam Ahmad
meriwayatkan dari Ibnu Hudzaifah, "Sesungguhnya doa Nabi Muhammad S.A.W
itu menjangkau seorang ayah, anaknya dan cucunya".
ASBABUN
NUZUL
Ayat ini diturunkan
berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan segolongan orang-orang
lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun
mengakui dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah
seperti mereka juga dan hukum bagi mereka juga sama.
Mereka mengikat diri
mereka di tiang-tiang masjid, hal ini mereka lakukan ketika mereka mendengan
firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tidak
berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka bersumpah
bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri.
Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka. [1]
Nabi
kemudian mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian
mendoakan mereka sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.
Dalam
riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi,
bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah, "Ya Rasulullah
berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian
berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut
jama'ah, lalu turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim....[2]
TAFSIR
AYAT
Allah
SWT memerintahkan Rasulullah SAW dalam ayat ini untuk memungut zakat dari
umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga
diperintahkan agar beliau berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan
bagian zakatnya.
Pada
masa khalifah Abu Bakar, ayat ini dijadikan alasan oleh orang-orang yang
menolak mengeluarkan zakat karena yang diperintah untuk memungut zakat dari
mereka adalah Rasullullah sendiri, perintah Allah dalam ayat ini ditujukan
kepada beliau pribadi bukan Abu Bakar.
Akan
tetapi kemudian pendapat mereka ditolak oleh khalifah dan bahkan mereka karena
menolak menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang yang
murtad yang patut diperangi. Karena sifat tegas khalifah maka menyerahlah
mereka dan kembali kejalan yang benar. Abu bakar berkata: mengenai peristiwa
itu, “demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan kepadaku seutas tali
yang pernah mereka serahkanya sebagai kewajiban berzakat kepada Rasulullah,
niscaya akan kuperangi mereka karena penolakan itu”.[3]
Yang
disebut mereka pada khususnya adalah golongan yang tersebut pada ayat
sebelumnya, yaitu ornag yang msih campur aduk baginya diantara amalan yang baik
dan yang buruk, tetapi dia sadar akan kekurangan dirinya dan ingin akan
kebaikan.[4]
Dalam
ayat ini dinyatakan suatu rahasia penting yang amat dalam, yaitu salah salah
satu sebab mengapa manusia itu menjadi degil, sampai ada ada juga yang masih
senang mencampur aduk amal baik dengan amal buruk, dan tidak juga insaf,
sehingga akhirnya bisa jatuh jadi munafik atau fasik. Sebab yang terutama
adalah pengaruh harta.[5]
Dalam
kehidupan manusia dikaruniai instink untuk ingin mempunyai, mencari makanan,
dan harta. Agama Islam tidak menghapuskan instink tersebut bahkan dikobarkan,
tetapi Islam mewajibkan supaya sebagian dari didapat itu diserahkan kepada yang
lemah. Yang kaya wajib membantu yang miskin. Bukan anjuran, bukan sunnat saja,
dan bukan hanya belas kasihan, tetapi kewajiban dan menjadi salah satu dari
tiang rukun Islam.
Setelah
Rasulullah SAW berhasil membentuk masyarakat atas dasar ajaran Islam, datanglah
perintah Tuhan kepadanya “Khudz” ambil dari sebagian harta mereka
sebagai sedekah. Kadang-kadang dia dinamai sodaqoh. Arti asal dari shodaqoh
ialah bukti dan kebenaran, atau bukti dari benar-benarnya ada kejujuran
(shiddiq) dan dia pun dinamai zakat, artinya pembersih, berkah,
tumbuh, bertambah, suci, dan baik. Maksud perintah Tuhan
menyuruh mengambil dari sebagian harta mereka itu sebagai sedekah dalam ayat
ini adalah guna membersihkan dan mensucikan mereka.
Zakat
menurut bahasa al-Qur'an juga disebut sedekah atau infak. Oleh karena itu Imam
Mawardi mengatakan, "Sedekah itu adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah;
berbeda nama tetapi sama artinya." Namun makna sedekah dan infak lebih
luas yang mencakup zakat yang wajib dikeluarkan dan juga berarti pemberian yang
sunnah saja.[6]
Jiwa
mesti selalu dijaga kebersihan dan kesuciannya. Pokok pangkal kebersihan dan
kesucian itu ialah bahwa semuanya ini adalah kepunyaan Allah. Tidak milik
perseorangan, harta benda yang belum dikeluarkan sebagiannya yang telah
ditentukan adalah kotor. Sebab itu maka zakat dan sedekah adalah salah satu
diantara tiang rukun Islam dengan melihat ke-urgensian dari pada zakat
tersebut.
Hamka
menyebutkan beberapa pokok perbaikan mengenai soal harta benda dalam Islam
dengan mengutip pendapat Rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir juzu 11, Mesir, Al
Mannar, hal 30, bahwa diantara pokok-pokok tersebut adalah:
1.
Islam mengakui
milik pribadi, dan melarang memakan harta manusia dengan jalan yang batil.
2.
Dilarang melakukan
riba dan segala macam perjudian.
3.
Dilarang
menjadikan harta benda hanya beredar ditangan orang orang yang kaya saja. Belum
pernah terjadi suatu zaman yang peredaran harta hanya beredar di tangan orang-orang yang kaya saja sebagaimana yang
terdapat pada bangsa-bangsa Barat sekarang ini, dengan adanya peraturan bank,
dan perkongsian-perkongsian dan spekulasi, yang semuanya ini telah menimbulkan
berontaknya kaum buruh kepada kaum modal.
4.
Orang-orang bodoh
yang tidak pandai mengatur harta benda sendiri sehingga bisa hancur
licin-tandas yang membawa rugi bagi dirinya sendiri dan ummatnya, tidaklah
boleh memgang harta itu, melainkan dikuasai oleh penguasa.
5.
Wajib mengeluarkan
zakat. Pada mulanya di zaman Makkah, zakat adalah sebagai anjuran keras saja,
sebagai alamat iman, dipungut dan dibagikan saja secara isytirakiyah,
gotong-royong. Tetapi setelah Islam berbentuk sebagai suatu kekuasaan, maka
diadakanlah pungutan paksa.
Maksud isyrirakah atau
sosialisme zaman makka itu ialah, kalau terdapat suatu jamaah Islamiyah yang
terkurung atau terisolir disuatu tempat yang disana berkumpul yang kaya dengan
yang miskin, wajiblah hukumnya atas yang kaya menjamin seluruh hidup yang
miskin itu. Yaitu apabila zakat yang telah tertentu tidak mencukupi hidup si
miskan tersebut.
6.
Islam mengatur
zakat yang tertentu itu ialah dua setengah persen untuk emas perak dan
perniagaan. Dan sepersepuluh atau
seperlima (sepuluh persen dan lima persen)
dari hasil pertanian makanan pokok. Demikian pula zakat binatang ternak
yang telah ada ketentuannya di dalam kitab-kitab fikih.
7.
Perbelanjaan
istri, keluarga, dan kerabat adalah wajib.
8.
Wajib membela
orang-orang yang kesusahan, memberi makan
dan penginapan, kecuali terhadap penjahat.
9.
Menjadi kaffarah,
yaitu dengan keagamaan karena berbuat suatu dosa tertentu.
10. Selalu
dianjurkan dan dipujikan memperbanyak sedekah Tathawu’ (derma,
hibah, hadiah, dan sebaginya).
11. Dicela
keras boros, royal dan tabdzir
berfoya-foya, dicela kerasa bahil, kedekut, dan kikir. Dinyatakan bahwa
semuanya akan menyebabkan kehancuran dan kerunTuhan, baik untuk dirinya sendiri
atau ummat dan negara.
12. Dibolehkan
ibaa-hah (berhias), berharum-harum dengan rizki baik (halal), dengan
syarat tidak boros dan menyombong yang akan membawa pada menderita penyakit
bagi diri atau membuat harta menjadi punah dan menimbulkan dengki, permusuhan
dan segala gejala penyakit masyarakat. Dan keizinan berhias berindah-indah yang
seperti tersebut itu adalah salah satu dari sebab meningkatnya kekayaan
(produksi)
13. Dipuji
orang yang ekonomis dan sederhana di dalam memberi nafaqoh untuk diri sendiri
dan keluarganya.
14. Orang
yang kaya tetapi bersyukur dipandang lebih utama dari pada orag miskin yang
sabar. Dipujikan lagi bahwa tangan yang diatas lebih mulia daripada tngan yang
berda dibawah. Dan amal kebajikan yang merata manfaatnya bagi banyak orang
lebih afdhal daripada amalan-amalan yang manfaatnya hanya terbatas kepada yang
membuatnya. Dan dijadikan pula suatu sedekah jariyah (wakaf) sebagai suatu sumber
pahala yang tidak terputus-putus.[7]
Selanjutnya
dalam ayat ini Allah menyatakan kepada Rasulnya bahwa Shalawat atau do’a
Nabi SAW yang beliau berikan seketika beliau menyambut penyerahan sedekah atau
zakat itu adalah membawa ketentraman bagi hati mereka. Hilanglah segala jerih
payah mereka itu, jika mereka datang membawa zakat, disambut oleh Rasulullah
dengan muka jernih dan dia didoakan. Muka jernih dan shalawat dari Rasul itu
menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh menjadi hampir.
Mereka akan sudi selalu berzakat dan berkurban, karena sambutan Rasul yang
baikk itu.
Dalam
penutup ayat Allah bersabda: “dan Allah adalah maha mendengar lagi maha
mengetahui”Sesudah Tuhan memerintahkan Rasulnya supaya sedekah ummat-Nya
dengan shalawat dan do’a untuknya, Tuhan mengatakan bahwa Dia mendengar,
artinya shalawat Nabi untuk ummat itu didengar oleh Tuhan, sebab itu akan
dikabulkan-Nya. Maka bertambah tenteramlah hati si mu’min tadi. Dan Tuhan pun
mendengan suara taubat hamba-Nya – yeng bertalian dengan ayat sebelumnya –
yaitu merasa menyesal karena selama ini, amalnya masih campur aduk diantara
yang baik dan yang buruk.
Dan
Tuhan pun mengetahui akan keikhlasan hati mereka dengan mengeluarkan harta itu.
Karena insaf bahwa harta itu Allah-lah yang sebenarnya punya, dan dia hanya
mengambil manfaat karena izin Allah, sekarang dia belanjakan kepada jalan yang
diridhoi oleh Allah yeng empunya dia.[8]
PENUTUP
Ayat
ini merupakan perintah Allah SWT agar setiap orang Islam mengeluarkan zakat kerena
dalam
zakat itu banyak hikmah baik dzahir dan batin terhadap harta
dan diri seseorang Insan.
Zakat
secara bahasa berarti berkah, tumbuh, bertambah, suci, baik danbersih. Sedangkan
secara istilah, zakat adalah bagian
tertentu dari harta yang dimiliki yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang
berhak menerimanya yang sesuai dengan tuntunan syariat.
Diantara
hikmah-hikmah yang dapat kita ambil tersebut adalah:
a) Zakat adalah
merupakan rukun Islam yang ditunaikan oleh setiap orang Islam.
b) Amil zakat
disunatkan supaya mendoakan orang yang menunaikan zakat sebagaimana sunnah
Rasulullah S.A.W.
c) Zakat dapat
membesihkan kekotoran dzahir harta yang dimiliki oleh seseorang Islam.
d) Zakat dapat mensucikan kekotoran batin dalam
diri seseorang Islam dari akhlak buruk seperti kikir, takbur dan ria' yang
bercampur dengan amal soleh.
e) Zakat ini disamping
melambangkan hubungan seseorang muslim dengan Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya untuk mengeluarkan juga hubungan dengan manusia lain dengan
memberikan bantuan harta dan membersihakn diri dari segala penyakit hati sesama
manusia.
f) Zakat
memberikan ketenangan dan kebahagian ke dalam diri dan keluarga mereka yang
mengeluarkan zakat.
Daftar
Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahnya.
2007. Bandung: DIPONEGORO.
Al-Qur’anul Karim The Miracle.
Hamka. 1994. Tafsir Al-Azhar. Jakarta:
PUSTAKA PANJIMAS.
Ibn Katsir. Tafsir Ibnu Katsier.
Penterjemah: Salim Bahreisy dan said Bahreisy,1988. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Jalalluddin al-Mahalli dan Jalaluddin
As-Suyuthi, Tafsir Jalallain. Terjemah oleh bahrun abu bakar. 1997.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
[1] Jalaluddin Almahalli &
Jalaluddin al Suyuti, tafsir jalalain berikut asbabun nuzul ayat,
penrjmh: Bahrun Abu Bakar, Jakarta. 1997. Hal. 808
[2] As-Suyuti, Lubab al-Nuqul fi
Asbab al-Nuzul (Bairut: Dar Ihya' al-Ulum, t.t.), hal. 105
[3] Salim Bahreisy & Said
(penrjmh). Terjemah singkat tafsir ibnu Katsir. jilid 4. Surabaya. Hal.
133
[6]
Syafi’i, WS. 2009. Zakat dalam perspektif Al-Qur’an. Hal. 2
[7] Ibid,. Hal. 35-36
[8] Ibid,. Hal. 38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar