BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari kehidupan bangsa didunia harus
senantiasa mengimbangi panasnya
percaturan global, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bila tidak demikian bangsa Indonesia
akan tertinggal dan bahkan terkucil dalam pergaulan bangsa-bangsa
di dunia.
Human
Development Report Index (HDI) tahun 2003 versi UNDP melaporkan bahwa peringkat
kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112. Urutan tersebut
berada jauh di bawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunai
Darusssalam (31), Korea Selatan (30), dan Singapura (28). Prestasi buruk
tersebut tentunya sangat memalukan karena tidak seimbang dengan potensi alam
yang dikaruniakan untu negeri ini.[1]
Pembangunan
dalam sektor pendidikan harus menjadi prioritas utama. Pembangunan yang
dimaksud tentunya adalah pembangunan pendidikan yang
terencana dan berorientasi kepada kebutuhan generasi muda di masa depan.
Tantangan kehidupan di masa depan pada hakekatnya adalah tantangan
terhadap kompetensi yang dimiliki manusia. Karena itu arah pengembangan
kurikulum harus berbasis pada pengembangan potensi manusia
yang beragam. Perlu disadari bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan unik dengan
segala keberagaman dan kecepatannya. Karena itu kurikulum sebagai acuan
dan fasilitator penyelenggaraan pendidikan, sayogyanya member peluang adanya
kemerdekaan dan pemerataan dalam pendidikan.
Maka dalam hal ini pemerintah melalui menteri pendidikan Nasional telah
mencanangkan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002.
Salah satu jalan untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penerapan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
B.
Rumusan masalah
1.
Apa yang melatar belakangi
KBK?
2.
Apa pengertian KBK?
3.
Apa saja karakteristik KBK?
4.
Bagaimana pelaksanaan atau implementasi KBK?
5.
Bagaimanakah
evaluasi dalam KBK?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar belakang KBK
Terdapat beberapa isu yang mendasari penerapan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), diantaranya adalah:
- Masalah Mutu Pendidikan rendah: Indonesia berada diperingkat 109 sedangkan Malaysia berada di peringkat 61 dari seluruh jumlah negara-negara di dunia ini,[2] dan berada di peringkat 112 menurut HDI 2003. Hal ini disebabkan oleh:
a. Pendidikan diselenggarakan untuk
kepentingan penyelenggara bukan untuk peserta didik. Pembelajaran
diselenggarakan bersifat pemindahaan isi (content transmission). Tugas pengajar hanya
sebagai penyampai pokok bahasa. Mutu
pengajaran tidak jelas karena diukur hanya daya serap sesaat yang diungkap lewat proses
penilaian hasil belajar yang artifisial. Pengajaran tidak diarahkan kepada
partisipatori total dari peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat
sepenuhnya dalam diri peserta didik.
b. Aspek afektif cenderung terabaikan.
c. Diskriminasi penguasaan wawasan terjadi akibat anggapan
bahwa yang di pusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang dicabang, yang
dicabang merasa lebih tahu dibandingkan dengan yang di ranting, begitu
seterusnya. Jadi, diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaraan
yang subyek-obyek.
d. Pengajar selalu mereduksi teks yang ada
dengan harapan tidak salah melangkah.
Teks atau buku acuan dianggap segalanya jika telah menyampaikan isi buku
acuan maka dianggap sudah berhasil.
- Masalah Keanekaragaman Kondisi Peserta Didik: Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa :
a. Setiap peserta didik adalah unik, Peserta didik mempunyai
kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, proses
penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut.
b. Usia anak merupakan usia yang paling kreatif
dalam hidup manusia, namun dunia
pendidikan sering tidak memberi kesempatan bagi kreatifitas.
3.
Tantangan Globalisasi. Pada
konteks dunia globalisasi, kemajuan informasi, komunikasi dan
teknologi menyebabkan terjadinya fenomena perkembangan ekonomi berbasis
pengetahuan. Pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahuan
dan teknologi, menjadi makin penting untuk kemajuan suatu bangsa.
4.
Tantangan Sumber Daya Alam. Sumber
daya alam yang semakin terbatas tidak dapat menjadi tumpuan modal,
karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal
fisik ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kredibilitas.
5.
Otonomi Daerah.
UU No. 22 tahun 1999 dan pp No. 25 tahun 2000
berimplikasi terhadap kebijaksanaan
pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik.
Perubahan pengelolaan tersebut merupakan upaya pemberdayaan
daerah dan sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan secara
berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Wujud dari pelaksanaan desentralisasi
pendidikan dalam bidang kurikulum yaitu pembuatan silabus
yang dibuat oleh daerah dan sekolah.[3]
B.
Pengertian KBK
Untuk memahami
tentang pengertian kurikulum berbasis kompetensi (KBK) ini, perlu dikemukakan
terlebih dahulu pengertian dari kompetensi itu sendiri, Surat
Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi
mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh
tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.” Kay (1977) mengemukakan bahwa kompetensi selalu dilandasi
oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan
“bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan.[4]
Dengan demikian kompetensi merupakan indikator yang menunjuk kepada perbuatan
yang dapat diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.
Kompetensi tersebut terbentuk secara transaksional, bergantung pada kondisi-kondisi
dan pihak-pihak yang terlibat secara aktual.
Pendapat lain
menyatakan kurikulum diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirirnya, sehingga
ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi)
tugas-tugas dengan standar performasnsi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi
tertentu.[5]
Pusat kurikulum,
Balitbang Depdiknas (2002) mendefinisikan bahwa kurikulum berbasis kompetensi
merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar
yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul
pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna,
dan (2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam KBK,
proses pembelajaran difokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi oleh peserta
didik. Oleh sebab itu, kurikulum ini
mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan
sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku
atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan
pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik sekurang-kurangnya
tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan.
C.
Karakteristik KBK
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memiliki sejumlah kompetensi yang
harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar
khusus oleh peserta didik, sebagai hasil demonstrasi kompetensi yang
ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan
individual personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.[6]
Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa
kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil
belajar (learning outcomes) dan keberagamaan.
c. Penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan
hanya guru, tetapi juga sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Selanjutnya Mulyasa
menjelaskan bahwa sedikitnya dapat diidentifikasi enam karakteristik kurikulum
berbasis kompetensi, yaitu:
1. Sistem belajar dengan modul.
Modul adalah
suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun
secara sistematis, oprasional, dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik,
disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Modul ini bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran disekolah, baik
waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.
Modul pada
umumnya terdiri dari beberapa komponen sebagai
berikut:
a. Lembar kegiatan
peserta didik
b. Lembar kerja
c. Kunci lembar
kerja
d. Lembar soal
e. Lembar jawaban
f. Kunci jawaban
Pembelajaran
dengan sistim modul ini mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:
a. Berfokus pada
kemampuan individual peserta didik
b. Adanya kontreol
terhadap hasil belajar melalui peggunaan standar kompetensi dalam setiap modu;
yang harus dicapai oleh setiap peserta didik.
c. Relevansi
kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara pencapaiannya, sehingga
peserta didik dapat mengetahui keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang
akan diperolehnya.
2. Menggunakan
keseluruhan sumber belajar
Dalam KBK
seorang guru tidak lagi menjadi aktor utama dalam proses pembelajaran, karena
pembelajaran dapat dilakukan dengan mendayagunakan aneka ragam sumber belajar.
Sumber belajar
dapat mencakup manusia, bahan atau pesan pembelajaran, lingkungan, alat dan
peralatan, serta aktivitas.
3. Pengalaman
lapangan
Pengalaman
lapangan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara guru dan peserta didik lebih
ditekankan dalam KBK ini. Keterlibatan guru dalam pembelajaran disekolah
memudahkan mereka untuk mengikuti perkembangan yang terjadi selama peserta
didik mengikuti pembelajaran.
4. Strategi
belajar individual personal
Belajar
individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik, sedangkan
belajar personal adalah interaksi edukatif berdasarkan keunikan peserta didik;
bakat, minat, dan kemampuan (personalisasi).
5. Kemudahan
belajar
Kombinasi
antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan, dan
pembelajaran secara tim akan memberikan kemudahan belajar dalam kurikulum
berbasis kompetensi.
6. Belajar tuntas
Belajar tuntas
merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan
asumsi bahwa dimana kondisi yang tepat semua peserta akan mampu belajar dengan
baik dan memperoleh hasil belajara secara maksimal tergadap seluruh bahan yang
dipelajari. Pembelajaran dalam hal ini harus dilaksanakan secara sistematis dan
terorganisir agar semua peserta didik
dapat memperoleh hasil secara maksimal.
D.
Pelaksanaan KBK
Pelaksanaan atau
implementasi KBK adalah sebagai proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan
kurikulum dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai
seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah berjalan sejak
tahun 2001 pada beberapa sekolah yang dijadikan mini pilot. Impelementasi KBK merupakan salah satu bagian penting untuk mendapatkan
masukan dalam rangka penyempurnan KBK baik dari aspek
keterbacaan, keluasan, kedalaman, dan keterlaksanaannya di lapangan.[7]
Implementasi yang telah dilakukan tersebut meliputi beberapa prinsip yaitu
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM); Penilaian Berbasis kelas; dan Pengelolaan
Kurikulum Berbasis Sekolah.
1)
Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas
merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi
tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan oleh guru
yang bersangkutan sehingga penilaian tersebut akan “mengukur
apa yang hendak diukur” dari siswa.
2)
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) merupakan proses aktif bagi siswa dan
guru urituk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan
“tahu” terhadap pengetahuan dan pada akhirnya “mampu” untuk
melakukan sesuatu.
3)
Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah
Prinsip ini perlu
diimplementasi untuk memberdayakan daerah dan
sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan
mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi
dan aspirasi mereka.
Mulyana (2006) menjelaskan bahwa Pelaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dalam garis besarnya mencakup kegiatan
pokok, yaitu:
1. Pengembangan program
2. Pelaksanaan pembelajaran
3. Evaluasi KBK
E.
Evaluasi KBK
Tujuan Evaluasi
“Evalaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh
pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta
didik serta berksinambungan” (pasal 58 ayat 1).[8]
Evaluasi pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh
penerapan kurikulum berstandar Nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum di daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum
dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
dianalisa oleh peserta didik. Evaluasi dilakukan pada setiap tahapan
pelaksanaan pengembangan kurikulum sebagai upaya untuk mengkaji ulang
pelaksanaan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.
Evaluasi untuk program pelaksanaan pengembangan kurikulum di daerah
memerlukan indikator keberhasilan sebagai tolak ukur pencapaian pelaksanaan
kurikulum. Indikator keberhasilan kurikulum mencakup:
1.
Indikator keberhasilan sosialisasi kurikulum
2.
Indikator keberhasilan penyusunan silabus
3.
Indikator keberhasilan penyusunan program tahunan dan semester
4.
Indikator keberhasilan penyusunan rencana pembelajaran
5.
Indikator keberhasilan penyusunan bahan ajar
6.
Indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar
Tahapan Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan Kurikulum
Berbasis Kompetensi dilakukan oleh Tim ahli dari tingkat Pusat, Propinsi, dan
daerah/kabupaten. Evaluasi ini dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan untuk
memperbaiki program pengembangan kurikulum terhadap keberhasilan sosialisasi
kurikulum berstandar nasional, keberhasilan penyusunan silabus. keberhasilan
penyusunan program tahunan dan semester, keberhasilan penyusunan rencana
pengajaran dan bahan ajar, serta keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar.
Evaluasi menggunakan indicator keberhasilan pelaksanaan pengembangan
kurikulum di daerah/sekolah dan selain itu evaluasi juga dapat dilakukan
melalui pentahapan, mulai dari tahun pertama hingga tahun terakhir pelaksanaan
kurikulum berstandar nasional. Prinsip penilaian pengembangan kurikulum yang
disesuaikan dengan daerah masing-masing adalah penilaian terhadap relevansi,
fleksibilitas, kontinuitas, kepraktisan, dan efektivitasnya.
Evaluasi
pelaksanaan kurikulum tidak hanya mengevaluasi hasil belajar peserta didik dan
proses pembelajarannya, tetapi juga rancangan dan pelaksanaan kurikulum,
kemampuan dan kemajuan siswa, sarana dan prasarana, serta sumber belajarnya.
Hasil evaluasi pelaksanaan kurikulum dapat digunakan oleh pengambil keputusan untuk
menentukan kebijakan pendidikan pada tingkat pusat,daerah dan sekolah untuk
memperbaiki kekurangan yang ada dan meningkatkan hasil yang lebih optimal.
Hasil tersebut dapat juga digunakan oleh Kepala Sekolah, Guru, dan pelaksanaan
pendidikan di daerah dalam memahami dan membantu meningkatkan kemampuan siswa,
memilih bahan pelajaran, memilih metode, dan perangkat.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa
kesimpulan yang bahwa yang melatar belakangi dirumuskannya kurikulum berbasis
kompetensi diantarnya adalah Masalah Mutu
Pendidikan rendah, Masalah Keanekaragaman
Kondisi Peserta Didik, Tantangan Globalisasi. Tantangan Sumber Daya
Alam. Dan Otonomi
Daerah.
Kurikulum
berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah.
Karakteristik
KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi
indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi
dan mengembangkan sistem pembelajaran. disamping itu KBK memiliki sejumlah
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan
berdasarkan standar khusus oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan
pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan.
Proses penerapan
ide, konsep, dan kebijakan kurikulum dalam suatu aktivitas pembelajaran,
sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan merupakan Pelaksanaan atau implementasi KBK.
Pada garis besarnya implementasi KBK berupa: Pengembangan program, Pelaksanaan pembelajaran,
dan Evaluasi KBK.
Evaluasi kurikulum
diadakan dengan tujuan untuk
mengukur seberapa jauh tingkat
keberhasilan dan penerapan
kurikulum berstandar Nasional yang dipakai sebagai pedoman pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum di daerah/sekolah, nantinya akan dijadikan
acuan untuk perkembangan kurikulum selanjutnya.
Daftar Pustaka
Depdiknas,
Balitbang. “Kurikulum Berbasis Kompetensi” , Katalog
Dalam Terbitan. Jakarta: 2003. Hlm. 9-20
Mulyasa, E.
2005. Kurikulum
Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Dan Implementas, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sindhunata (ed), Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita,
Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI, Yogyakarta: KANISIUS
Susilo, M. Joko. 2007. Pembodohan
Siswa Tersistematis, Yogyakarta: PINUS
Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: TERAS
[1] Joko Susilo, Pembodohan
Siswa Tersistematis. Yogyakarta. 2007. Hlm. 66.
[2] Sindhunata (ed), Membuka
Masa Depan
Anak-Anak Kita, Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 218.
[3] Balitbang Depdiknas.
“Kurikulum Berbasis Kompetensi” , Katalog Dalam Terbitan. Jakarta: 2003.
Hlm. 9
[4]
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep,
Karakteristik, Dan Implementas, Bandung: 2005, hlm. 39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar