Pengertian, Ruang lingkup dan Tujuan Metodologi Studi Islam

Pengertian

Para   Pemikir   Islam   sudah   banyak   membuat definisi tentang Metodologi Studi Islam, paling tidak bisa kita cermati beberapa definisi berikut. Metodologi  berasal  dari  dua  suku  kata,  yaitu metode dan logi. Metode didefinisikan secara bahasa berasal  dari  method  artinya  cara,  jalan,  arti  lainnya adalah cara yg teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud, cara kerja yg bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan.(KBBI, 2008) Sedangkan istilah logi/loghos mempunyai arti ilmu. Jika digabungkan menjadi metodologi yang mempunyai arti ilmu  berupa cara atau jalan dalam memahami sesuatu. Metodologi diartikan secara sederhana dengan maksud sebagai ilmu tentang  metode  atau  uraian  tentang  metode.  (KBBI, 2008)

Menurut Abraham Kaflan yang dikutip Abuy Sodikin (2000:4) menjelaskan bahwa metodologi bisa dipahami sebagai pengkajian dengan penggambaran (deskripsi), penjelasan (explanasi) dan pembenaran (justifikasi). 


Istilah  Studi  berasal  dari  bahasa  Inggris  yaitu study artinya mempelajari atau mengkaji, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah Studi mempunyai makna penelitian ilmiah, kajian, dan telaahan. (KBBI, 2008) Dalam hal ini yang dimaksud studi berarti pengkajian terhadap Islam secara ilmiah dalam segala aspeknya, mulai dari teori maupun prakteknya.

Istilah Islam berasal dari bahasa Arab, dari kata salima  dan  aslama. Salima mengandung arti  selamat, tunduk  dan  berserah.  Aslama  juga  mengandung  arti kepatuhan, ketundukan, dan berserah. Orang yang tunduk, patuh dan berserah diri kepada ajaran Islam disebut muslim, dan akan selamat dunia akhirat. Istilah Islam merupakan bentuk infinitif dari kata aslama yang memiliki  varian  makna yang diafirmasi  oleh  al-Qur’an langsung,   misalkan   dalam   ayat-ayat   berikut:   Islam berarti damai (Qs. al-Anfâl/8: 61 dan Qs. al-Hujurȃt/49: 9), Islam berarti menyerah (Qs. al-Nisâ/4: 125 dan Qs. Ali Imrân/3: 83), Islam berarti penyerahan diri secara totalitas kepada-Nya (Qs. al-Baqarah/2: 208 dan Qs. al- Shaffât/37: 26), Islam berarti bersih dan suci (Qs. al- Syu’arâ’/26:   89,   Qs.   al-Maidah/5:   6   dan   Qs.   al- Shaffât/37: 84), selamat dan sejahtera (Qs. Maryam/19: 47).

Secara istilah, Islam adalah nama sebuah agama samawi yang disampaikan melalui para Rasul Allah, khususnya Rasulullah Muhammad SAW, untuk menjadi pedoman hidup manusia. (Supiana, 2012)   Islam juga dimaknai  sebagai  Agama  dengan  ajaran  yang  sangat luhur  dan  menyempurnakan  ajaran-ajaran  agama samawi sebelumnya yang membawa misi rahmatan lil’alamin. Dari berbagai definisi tiap istilah tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa Metodologi Studi Islam memiliki makna sebuah ilmu yang berisi cara dan jalan untuk memahami kajian Islam secara ilmiah dan terstruktur untuk mendapatkan pemahaman terhadap ajaran Islam yang holistik dengat tujuan utama sebagai rahmatan lil’alamin.

Ruang Lingkup

Kajian   Metodologi   Studi   Islam   menjadi   mata kuliah wajib di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, sehingga  sangat  penting  bagi  setiap  dosen  dan mahasiswa memahami sejauh mana ruang lingkup kajian mata kuliah ini. Sebagaimana definisi Metodologi Studi Islam yang ada, maka ruang lingkupnya sangat luas dengan mencakup segala aspek kehidupan manusia. Senada dengan pemahaman terhadap ayat yang menunjukan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, artinya agama  Islam  adalah  agama terakhir yang diturunkan Tuhan semesta alam untuk mengelola seluruh alam dunia ini dengan penuh rahmat dan kasih sayang. Firman Allah dalam QS. Al-Anbiya 107 menyatatakan bahwa Rasulullah sebagai symbol utama ajaran Islam tidaklah diutus ke dunia ini melainkan sebagai rahmat untuk seluruh alam.

“Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk seluruh Alam.” (QS. Al- Anbiya: 107)

Definisi rahmat dalam ayat diatas sangatlah luas, paling tidak kita bisa memaknainya sebagai al-Riqqatu wa al-Ta’attufi (kelembutan yang berpadu dengan rasa keibaan).(Mandzur, 1999)   Ibnu Faris mengartikan kata ini  dengan  merujuk  kepada  makna  kelembutan  hati, belas kasih dan kehalusan. Kemudian  dari akar kata ini, lahir kata rahima yang memiliki arti ikatan darah, persaudaraan dan hubungan kerabat. Al-Asfahani mempertegas bahwa dalam konsep rahmat adalah belas kasih semata-mata (al-Riqqat al-Mujarradah) dan kebaikan tanpa belas kasih (al-Ihsân al-Mujarrad dûna al-Riqqat).(Al-Asfahani, 2009) Kesimpulan   definisi   ini   adalah   jika   rahmat disandarkan kepada Allah Swt maka bermakna “kebaikan semata-mata”  dan  jika  disandarkan  kepada  manusia maka yang dimaksud adalah “simpati semata”.   

Sampai saat ini, orang-orang Arab dalam percakapannya sehari- hari, mengartikan rahmat yang disandarkan kepada Allah bermakna belas kasih, kebaikan, rezeki dan lainnya. Sedangkan yang disandarkan kepada manusia bermakna “belas kasih” saja.(Muhammad Makmun Rasyid, 2016) Istilah lil-alamin merupakan konsep yang terkait dengan ruang lingkup Metodologi Studi islam ini, secara harfiah lil-alamin berarti untuk seluruh alam, maksudnya seluruh unsure di bumi yang berisi manusia, hewan, tumbuhan, benda-benda alam, bahkan dunia jin sekalipun.  

Sehingga   ruang   lingkup   metodologi   studi islam adalah semua hal yang bisa dikaji dalam Agama Islam, tentu adalah semua unsur yang ada di muka bumi ini. Terutama yang terkait dengan kegiatan manusia, seperti ibadah, sosial, politik, ekonomi, kesenian, kebudayaan, kesehatan, keamanan, hubungan internasional, biologi, fisika, kimia, ilmu  luar angkasa, astronomi dan semua hal yang terkait aktivitas manusia. Sehingga Metodologi Studi Islam bukan hanya mengkaji tema-tema terkait Islam umum di masyarakat, misal mengkaji sholat, puasa, zakat, haji, ataupun kajian-kajian ghaib yang terkadang susah dicerna logika. Namun Studi Islam bisa mengkaji unsure-unsur umum yang dipahami masyarakat sebagai ilmu dunia. sangat mungkin terjadi adanya interkoneksi dan integrasi keilmuan dalam dalam sebuah topic kajian. Misalkan saja, ketika mengkaji sebuah kasus manajamen, dibahas menggunakan pendekatan Fikih ataupun akhlak. Secara teknis, integrasi-interkoneksi ini adalah upaya memadukan   berbagai   disiplin   imu   dengan   tinjauan Islam. sehingga mematahkan teori sekularisme yang beranggapan bahwa Islam itu hanya untuk kepentingan ibadah semata.

Tujuan dan Fungsi Metodologi Studi Islam

Tujuan dipelajarinya Metodologi   Studi Islam di perguruan tinggi  adalah untuk memberikan alat berpikir kepada mahasiswa dalam mempelajari Islamic Studies guna mendapatkan hasil kajian yang sistematis. Sehingga mempelajari Islam --dalam segala aspeknya—di perguruan tinggi adalah berbentuk kajian ilmiah, bukan seperti pengajian klasik yang biasa dilakukan di majelis taklim masyarakat.(Supiana, 2012)

Perbedaan   pengkajian  dengan   pegajian   adalah terletak  pada  metodenya.  Jika  di  pengajian  itu  hanya membahas sebuah topik ilmu Islam yang hanya dililhat dari satu sisi pemahaman saja, misal seorang ustadz/penceramah mengajarkan fiqh sholat hanya dari satu sisi madzhab syafii, dengan   menafikan fiqh sholat dari madzhab lain, maka akhirnya jamaah pengajian tersebut akan merasa fiqh madzhab syafii saja yang dipahaminya. Ketika melihat atau  menemukan praktek fiqh sholat dengan menggunakan madzhab selain Syafii akan terasa aneh dan beda. Keanehan itulah yang tidak jarang menjadi bibit perpecahan umat Islam di kalangan bawah.

Berbeda dengan pengajian, pengkajian Islam di perguruan  tinggi  menggunakan  metode  yang  ilmiah, maka ketika mengkaji fiqh sholat harus disampaikan dari seluruh pandangan yang ada. Bukan dari satu tinjauan madzhab saja. Harus ada komparasi antar madzhab, sehingga menghasilkan kajian fiqh sholat yang komprehensif.

Fungsi adanya mata kuliah Metodologi studi Islam adalah membentuk pemikiran mahasiswa yang lebih toleran, tidak kaku dan tidak mudah menyalahkan pendapat orang lain yang berbeda, namun mempunyai keyakinan tersendiri atas pemikiran pribadinya yang berdasar atas kajian ilmu. Seorang akademisi yang memahami metodologi studi islam akan mempunyai penglihatan keilmuan yang holistic dan moderat. Juga menggunakan akal pikiran yang sehat yang bersumber dari kekuatan cahaya kebenaran objektif (bashiroh) bukan hasil dari desakan hawa nafsu yang pasti akan melahirkan subjektifitas yang sangat kuat. Istilah bashiroh ini ditemukan dalam QS. Yusuf: 108  yang  menjelaskan  tentang  perintah  Allah  kepada Nabi Yusuf supaya mengajak (berfikir) kaumnya dengan metodologi yang objektif (bashiroh) seperti tergambar dalam ayat berikut:

 “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang- orang  yang  mengikutiku  mengajak  (kamu)  kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf: 108).

Bashiroh   juga   merupakan   salah   satu   tanda kuatnya keimanan seseorang, ketika imannya kuat, maka akan menghasilkan kekuatan bashiroh (objektifitas) yang pasti kuat juga. Untuk mendapatkannya maka perlu diasah dah dipertajam dengan berbagai diskusi dan kekuatan membaca yang sistematis.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar