BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa transformasi.
Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan
dalam semua aspek kehidupannya. Euforia demokrasi sedang marak dalam masyarakat
Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat,
pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain,
antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia
yang dicita-citakan di masa depan.
Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang
mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup
masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta
tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru
di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru.
Era Reformasi dalam pemerintahan negara Indonesia memberikan angin
segar bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, setelah sebelumnya pada
masa orde baru program-program pendidikan yang ditargetkan telah gagal. Krisis
ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi
politik maupun ekonomi Nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan
digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan”
meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari
rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan
multi partai.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan untuk
menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia.
Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia,
Mencermati
realitas sosial pendidikan Islam pada kisaran terakhir ini, tampaknya banyak
perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Untuk melakukan
pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi pemikiran yang
eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian, seminar,
ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka
menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan.
Salah
satu hasil yang mengembirakan bagi tranformasi pendidikan Islam di zaman orde
reformasi adalah hasil amandemen ke-4 pasal 31 UUD 1945 dan diundangkannya UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta diberlakukannya PP. 55 Tahun 2007
tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dengan demikian eksistensi
pendidikan Islam semakin diakui dalam tatanan pendidikan nasional.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
kurikulum pendidikan Islam pada masa reformasi?
2.
Bagaimana
institusi pendidikan Islam pada masa reformasi?
3.
Bagaimana
kultur pendidikan Islam pada masa reformasi?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Sering
terjadi jika suatu negara mengalami perubahan pemerintahan, politik
pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang sering mengakibatkan terjadinya
perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai contoh setelah Indonesia merdeka pra Orde
Baru terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan
dikeluarkannya retjcana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh
sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami
penyempurnaan dan dan diberinana rentjana Pelajaran terurai 1952. Perubahan
kedua terjadi dengan dikeluarkannya rentjana pendidikan tahun 1964,
perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran
segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan
matematika.
Seiring
dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya rezim Orde Baru dan
terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan eksistensi
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai dengan amanat perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu menyempurnakan UUSPN
tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian lebih
dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai
dengan tuntututan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyebabkan
kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum yang sesuai dengan standar
nasional pendidikan. Agar kurikulum yang digunakan di sekolah sesuai dengan
standar Nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
mengeluarkan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang
standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen
Agama tidak ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama
No. 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan
Agama Islam dan Bhasa Arab di Madrasah.
Perubahan
dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena
kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan
perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subandijah
(1993:3), bahwa : Apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sipat
anticipatori, bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa
kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya
melaporkan keberhasilan peserta didik.
Dalam
undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 19 dijelaskan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan kepada falsafah
sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan bagaimana bentuk
kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan dalam kurikulum
pendidikan bangsa tersebut.
Berkenaan
dengan kurikulum pendidikan agama Islam, Shaleh (2006:90) mengemukakan ada
beberapa ketentuan yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama
secara luas, yaitu:
1)
Asas
Muhammd
al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa Asas-asas umum yang menjadi landasan
pembentukan kurikulum pendidikan agama itu adalah sebagai berikut:
a.
Asas agama
Seluruh
sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus
meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang
meliputi akidah, ibadah, muamalah dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam
masyarakat.
b.
Asas falsafah
Dasar
filosofis memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, sehingga susunan
kurikulum pendidikan Islam mengandung kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai
sebagai pendangan hidup.
c.
Asas psikologi
Kurikulum
pendidikan Islam disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan
dan perkembangan yang dilalui peserta didik.
d.
Asas sosial
Pembentukan
kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam
masyarakatnya.
e.
Asas tujuan
Pada tujuan
pendidikan agama Islam baik SD, SMP, maupun SMA, secara redaksional sama. Yaitu
subtansinya adalah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan ahlak
mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga setelah
proses pendidikan berakhir, peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara
(Shaleh, 2006).
Lahirnya UU
Sisdiknas No 20 tahun 2003 boleh dikatakan sebagai awal lahirnya arah baru
pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian
kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor.
Penyusunan
kurikulum sebagaimana disebutkan dalam pasal 36 ayat 3 bahwa Kurikulum disusun
sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a.
Peningkatan Iman Dan Takwa;
b.
Peningkatan Akhlak Mulia;
c.
Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Dan
Minat Peserta Didik;
d.
Keragaman Potensi Daerah Dan
Lingkungan;
e.
Tuntutan Pembangunan Daerah Dan
Nasional;
f.
Tuntutan Dunia Kerja;
g.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi, Dan Seni;
h.
Agama;
i.
Dinamika Perkembangan Global; Dan
j.
Persatuan Nasional Dan Nilai-Nilai
Kebangsaan.
Selanjutnya,
pada pasal 37 secara berturut-turut dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, bahasa, dan untuk pendidikan dasar dan menengah masih
diwajibkan materi lainnya (Soebahar, 2009).
Pada masa
reformasi ini telah dikembangkan dua model kurikulum, yaitu kurikulum KBK pada
tahun 2004 dan KTSP pada tahun 2006, Dalam KBK tahun 2004 untuk mata pelajaran
PAI (kita ambil contoh di jenjang SMP), Standar Kompetensi yang disajikan
sangat sederhana tapi cukup mendalam dan mencerminkan standar kompetensi
pendidikan Islam yang menyeluruh sebagaimana berikut:
1.
Mengamalkan ajaran AL Qur’an /Hadits
dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Menerapkan aqidah Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
3.
Menerapkan akhlakul karimah (akhlaq
mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan sehari.
4.
Menerapkan syariah (hukum Islam)
dalam kehidupan sehari-hari).
5.
Mengambil Manfaat dari Sejarah
Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku
untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari kelima
standar kompetensi tersebut diuraikan lagi menjadi beberapa kompetensi
dasar yang memiliki cakupan materi yang cukup dalam dan luas. Sebagai
contoh untuk standar kompetensi dasar yang pertama di kelas VII diurai ke dalam
lima kompetensi Dasar yaitu:
1.
Siswa mampu membaca, mengartikan dan
menyalin surat adduha
2.
Siswa mampu membaca, mengartikan dan
menyalin surat Al Adiyat
3.
Siswa mampu menerapkan hukum bacaan
Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
4.
Siswa mampu mempraktikan hukum
bacaan Nun mati dan Tanwin dan mim mati
5.
Siswa mampu membaca, mengartikan,
dan menyalin hadits tentang Rukun Islam.
Sementar
dalam KBK tahun 2006 (KTSP), setandar kompetensi yang disajikan untuk mata
pelajaran pendidikan Agama Islam adalah: sangat banyak tapi bobotnya amat
dangkal, untuk kelas VII terdapat 14 SK, untuk kelas VIII terdapat 15 SK, dan
untuk kelas IX terdapat 13 SK. Sebagai perbandingan berikut kami kemukakan
kompetensi PAI kelas VII semester I.
1.
Menerapkan tata
cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah
dan “Al”- Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
2.
Meningkatkan
pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada
Allah sampai kepada iman pada Qadha dan Qadar serta Asmaul Husna.
3.
Menjelaskan dan
membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjauhkan diri
dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.
4.
Menjelaskan tata
cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun
shalat sunat.
5.
Memahami dan
meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah
masuk dan berkembangnya Islam di nusantara.
2.
Instituai
Pendidikan Islam pada masa reformasi
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di
dalam suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa
hal-hal yang nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, kepercayaan dan
upaya lain yang dilakukan manusia, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Di
dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya, keluarga, sekolah dan masyarakat
akan menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan menumbuhkan dan
mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius.
Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang berkembang, ia membutuhkan
pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak harus dapat berkembang secara
bebas, tetapi terarah. Pendidikan harus dapat memberikan motivasi dalam
mengaktifkan anak.
Menurut
Daulay dalam bukunya “Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Penddikan Islam Di Indonesia”,
perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia hingga saat sekarang ini telah
melalui tiga periodesasi. Pertama, periode awal sejak kedatangan Islam
ke idonesia sampai masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke
dua puluh. Periode ini ditandai dengan pendidikan Islam yang terkonsentrasi di
pesanren, dayah, surau atau masjid dengan titik fokus adalah ilmu-ilmu agama
yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Periode kedua, periode ini telah
dimasuki oleh ide-ide pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua puluh.
Periode ini ditandai dengan lahirnya madrasah. Sebagian lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang telah memasukkan mata pelajaran umum kedalam program
kurikulum pendidikan mereka, dan juga telah mengadopsi sistem pendidikan modern
seperti metode, manajerial, klasikal dan lainsebagainya. Ketiga,
pendidikan Islam telah terintegrasi kedalam sistem pendidikan Nasional sejak
lahirnya undang-undang nomor 2 tahun 1989 dilanjutkan pula dengan undang-undang
No. 20 tahun 2003.
Sejak
Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia semakin
memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Pesantren, berkembang dari bentuk
tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren modern (khalafy).
Pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir diseluruh Indonesia.
Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah
seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua,
metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode
sorogan, wetonan dan hafalan. Ketiga, pendidikan agama
Islam dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Di
dalam lembaga sekolah, Pada tahun 2003 pendidikan agama Islam dipertegas
melalui undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 12, yang mana pada periode
sebelumnya pendidikan agama Islam kurang diperdulikan.
Pendidikan
Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai
lembaga formal, nonformal, dan informal.
Sebagai lembaga pendidikan formal diakui keberadaan madrasah yang setara dan
sama dengan sekolah. Pendidikan Islam dalam pengertian institusi adalah
institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah,
sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya (Soebahar, 2009:16).
Dalam
undang-undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan mengenai ketentuan yang berkaitan
dengan institusi pendidikan Islam. Sebagaimana termaktub pada pasal 15 dan
pasal 30 ayat (3-4), dinyatakan bahwa:
1. Pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal (pasal 3).
2. Pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera,
dan bentuk lain yang sejenis (pasal 4).
Lembaga
pendidikan formal dijelaskan secara berurut dalam pasal 17, 18, 19 dan 20
mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi
sebagaimana berikut:
Pasal
17
1)
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah.
2)
Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal
18
1)
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan
dasar.
2)
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan.
3)
Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas
(SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah
aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal
19
1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
2)
Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem
terbuka.
Pasal
20
1)
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, Institut, atau universitas.
2)
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3)
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Lembaga
pendidikan Nonformal dijelaskan dalam pasal 26 ayat 4: satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan
yang sejenis.
Lembaga
pendidikan informal dalam pasal 28 ayat 3: kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
Pendidikan
anak usia dini diterangkan dalam pasal 28 ayat 3: pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidika formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal
(RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketentuan-ketentuan
mengenai lembaga pendidikan Islam yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003
tersebut selanjutnya dijelaskan dalam peraturan pemerintah republik Indonesia
Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
3. Kultur Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Alvin
Tofler dalam bukunya The Third Wave (1980) berpendapat tentang peradaban
manusia, yaitu: (1) peradaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, (2)
peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan (3)
peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi informasi dan komunikasi.
Perubahan terbesar yang diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah terjadinya
pergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah laku masyarakat. Salah satu
ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya
terjadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigman yang
digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan
organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan
zaman (Umiarso, 2010:177).
Reformasi
merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis dan menjadi kata kunci
dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air
tercinta ini, termasuk reformasi dibidang pendidikan.
Secara konstitusional ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan pada agama. Artinya, bahwa negara Indonesia melindungi dan menghargai
kehidupan beragama dari seluruh warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia
sebagai bagian dari masyarakat global akan memasuki abad yang penuh dengan
persaingan bebas. Oleh kerana itulah kecenderungan masa kini akan ditandai oleh
ledakan pengetahuan dan ledakan informasi. Reformasi pendidikan merupakan hukum
alam yang akan mencari jalannya sendiri, khususnya memasuki masa millennium
ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan persaingan.
Dengan adanya sumber daya manusia yang unggul dalam penguasaan berbagai ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka bangsa Indonesia akan dapat mengerakkan sektor-
sektor industri secara efisien dan produktif serta mampu bersaing di pasar
dunia..
Dalam
konteks ke-Indonesiaan, sebagai salah satu desakan arus reformasi, perubahan
paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan tantangan
tersendiri bagi aspek kehidupan, tak terkecuali dunia kependidikan. Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus
melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus
menerus.
Oleh karena
itu, dalam era globalisasi saat ini sektor pendidikan perlu difungsikan sebagai
ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia dan sumber daya bangsa
agar memiliki unggulan kompetetif dalam berbangsa dan dan bernegara
ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global. Maka keterkaitan antara
proses pendidikan dan kehidupan politik dalam arti bahwa pendidikan tidak
terlepas dari politik dan politik itu sendiri adalah pendidikan. Pendidikan
adalah metode yang paling fundamental di dalam kemajuan sosial dan reformasi.
Proses pendidikan
yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi
dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma [paradigma shift] dari
pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan
masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu
masyarakat madani Indonesia, oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru
pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia
tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke
paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut,
yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung
pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi
pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain
untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta
teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan
pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua,
paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan
bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik;
artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam
upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti
keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan,
dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada
terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
Dari pemaparan-pemaparan
pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Lahirnya UU
Sisdiknas No 20 tahun 2003 merupakan awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia
dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik
kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotorik. Dengan dasar UU ini telah
dikembangkan dua model kurikulum PAI, yaitu kurikulum PAI dalam KBK pada tahun
2004 dan kurikulum PAI dalam KTSP pada tahun 2006.
2. Institusi
pendidikan Islam pada masa ini sebagaimana diakui dalam UU No.20 tahun 2003 adalah
meliputi lembaga formal, informal, dan non formal. Diantara institusi-institusi
pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, diniyah, sekolah umum
berciri KeIslaman, dan sebagainya.
3. Pada era
globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam
proses belajar mengajar secara terus menerus. Kultur pendidikan Islam
pada masa ini lebih berorientasi pada sistem disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom
up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik;
artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
Daftar
Pustaka
Shaleh,
Abdul Rachman, 2006, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shaleh,
Abdul Rachman, 2004, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT.
Raja Grafindo persada.
Soebahar,
Abd. Halim, 2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Soebahar,
Abd. Halim, 2009, Matriks Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Umiarso,
Haris Fathoni Makmur, 2010, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat
Modern Membangun Pendidikan Islam Monokhotomik-Holistik, Jogjakarta:
Ircisod.
Subandijah, 1993,
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar