Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Masa Reformasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia demokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru.
Era Reformasi dalam pemerintahan negara Indonesia memberikan angin segar bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, setelah sebelumnya pada masa orde baru program-program pendidikan yang ditargetkan telah gagal. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi Nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia,
Mencermati realitas sosial pendidikan Islam pada kisaran terakhir ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian, seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan.
Salah satu hasil yang mengembirakan bagi tranformasi pendidikan Islam di zaman orde reformasi adalah hasil amandemen ke-4 pasal 31 UUD 1945 dan diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta diberlakukannya PP. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dengan demikian eksistensi pendidikan Islam semakin diakui dalam tatanan pendidikan nasional.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kurikulum pendidikan Islam pada masa reformasi?
2.      Bagaimana institusi pendidikan Islam pada masa reformasi?
3.      Bagaimana kultur pendidikan Islam pada masa reformasi?



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan pemerintahan, politik pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang sering mengakibatkan terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai contoh setelah Indonesia merdeka pra Orde Baru terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan dikeluarkannya retjcana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan dan diberinana rentjana Pelajaran terurai 1952. Perubahan kedua terjadi dengan dikeluarkannya rentjana pendidikan tahun 1964, perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan matematika.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya rezim Orde Baru dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu menyempurnakan UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntututan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. Agar kurikulum yang digunakan di sekolah sesuai dengan standar Nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama tidak ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan Agama Islam dan Bhasa Arab di Madrasah.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa : Apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sipat anticipatori,  bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 19 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan dalam kurikulum pendidikan bangsa tersebut.
Berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, Shaleh (2006:90) mengemukakan ada beberapa ketentuan yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama secara luas, yaitu:
1)      Asas
Muhammd al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa Asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama itu adalah sebagai berikut:
a.       Asas agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, muamalah dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam masyarakat.

b.      Asas falsafah
Dasar filosofis memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pendangan hidup.
c.       Asas psikologi
Kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui peserta didik.
d.      Asas sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakatnya.
e.       Asas tujuan
Pada tujuan pendidikan agama Islam baik SD, SMP, maupun SMA, secara redaksional sama. Yaitu subtansinya adalah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan ahlak mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga setelah proses pendidikan berakhir, peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara (Shaleh, 2006).
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 boleh dikatakan sebagai awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor.
Penyusunan kurikulum sebagaimana disebutkan dalam pasal 36 ayat 3 bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.       Peningkatan Iman Dan Takwa;
b.      Peningkatan Akhlak Mulia;
c.       Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Dan Minat Peserta Didik;
d.      Keragaman Potensi Daerah Dan Lingkungan;
e.       Tuntutan Pembangunan Daerah Dan Nasional;
f.       Tuntutan Dunia Kerja;
g.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni;
h.      Agama;
i.        Dinamika Perkembangan Global; Dan
j.        Persatuan Nasional Dan Nilai-Nilai Kebangsaan.
Selanjutnya, pada pasal 37 secara berturut-turut dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, dan untuk pendidikan dasar dan menengah masih diwajibkan materi lainnya (Soebahar, 2009).
Pada masa reformasi ini telah dikembangkan dua model kurikulum, yaitu kurikulum KBK pada tahun 2004 dan KTSP pada tahun 2006, Dalam KBK tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI (kita ambil contoh di jenjang SMP), Standar Kompetensi yang disajikan sangat sederhana tapi cukup mendalam dan mencerminkan standar kompetensi pendidikan Islam yang menyeluruh sebagaimana berikut:
1.      Mengamalkan ajaran AL Qur’an /Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Menerapkan akhlakul karimah (akhlaq mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan sehari.
4.      Menerapkan syariah (hukum Islam) dalam kehidupan sehari-hari).
5.      Mengambil Manfaat dari Sejarah Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan sehari-hari.
 Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari kelima standar kompetensi tersebut diuraikan lagi  menjadi beberapa kompetensi dasar yang memiliki cakupan materi yang cukup dalam dan luas.  Sebagai contoh untuk standar kompetensi dasar yang pertama di kelas VII diurai ke dalam lima kompetensi Dasar yaitu:
1.        Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat adduha
2.        Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat Al Adiyat
3.        Siswa mampu menerapkan hukum bacaan Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
4.        Siswa mampu mempraktikan hukum bacaan Nun mati dan Tanwin dan mim mati
5.        Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang Rukun Islam.
Sementar dalam KBK tahun 2006 (KTSP), setandar kompetensi yang disajikan untuk mata pelajaran pendidikan Agama Islam adalah: sangat banyak tapi bobotnya amat dangkal, untuk kelas VII terdapat 14 SK, untuk kelas VIII terdapat 15 SK, dan untuk kelas IX terdapat 13 SK. Sebagai perbandingan berikut kami kemukakan kompetensi PAI kelas VII semester I.
1.      Menerapkan tata cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah dan “Al”- Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
2.      Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada Allah sampai kepada iman pada Qadha dan Qadar serta Asmaul Husna.
3.      Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.
4.      Menjelaskan tata cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat.
5.      Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di nusantara.

2.      Instituai Pendidikan Islam pada masa reformasi
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal yang nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, kepercayaan dan upaya lain yang dilakukan manusia, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Di dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya, keluarga, sekolah dan masyarakat akan menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius. Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang berkembang, ia membutuhkan pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak harus dapat berkembang secara bebas, tetapi terarah. Pendidikan harus dapat memberikan motivasi dalam mengaktifkan anak.
Menurut Daulay dalam bukunya “Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Penddikan Islam Di Indonesia”, perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia hingga saat sekarang ini telah melalui tiga periodesasi. Pertama, periode awal sejak kedatangan Islam ke idonesia sampai masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke dua puluh. Periode ini ditandai dengan pendidikan Islam yang terkonsentrasi di pesanren, dayah, surau atau masjid dengan titik fokus adalah ilmu-ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Periode kedua, periode ini telah dimasuki oleh ide-ide pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua puluh. Periode ini ditandai dengan lahirnya madrasah. Sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah memasukkan mata pelajaran umum kedalam program kurikulum pendidikan mereka, dan juga telah mengadopsi sistem pendidikan modern seperti metode, manajerial, klasikal dan lainsebagainya. Ketiga, pendidikan Islam telah terintegrasi kedalam sistem pendidikan Nasional sejak lahirnya undang-undang nomor 2 tahun 1989 dilanjutkan pula dengan undang-undang No. 20 tahun 2003.
Sejak Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia semakin memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Pesantren, berkembang dari bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren modern (khalafy). Pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir diseluruh Indonesia. Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua, metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan. Ketiga, pendidikan agama Islam dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Di dalam lembaga sekolah, Pada tahun 2003 pendidikan agama Islam dipertegas melalui undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 12, yang mana pada periode sebelumnya pendidikan agama Islam kurang diperdulikan.
Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal,  dan informal. Sebagai lembaga pendidikan formal diakui keberadaan madrasah yang setara dan sama dengan sekolah. Pendidikan Islam dalam pengertian institusi adalah institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya (Soebahar, 2009:16).
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan mengenai ketentuan yang berkaitan dengan institusi pendidikan Islam. Sebagaimana termaktub pada pasal 15 dan pasal 30 ayat (3-4), dinyatakan bahwa:
1.      Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal (pasal 3).
2.      Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis (pasal 4).
Lembaga pendidikan formal dijelaskan secara berurut dalam pasal 17, 18, 19 dan 20 mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagaimana berikut:
Pasal 17
1)      Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2)      Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 18
1)      Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
2)      Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
3)      Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 19
1)      Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
2)      Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
1)      Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, Institut, atau universitas.
2)      Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3)      Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Lembaga pendidikan Nonformal dijelaskan dalam pasal 26 ayat 4: satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Lembaga pendidikan informal dalam pasal 28 ayat 3: kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan anak usia dini diterangkan dalam pasal 28 ayat 3: pendidikan anak usia dini pada jalur pendidika formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketentuan-ketentuan mengenai lembaga pendidikan Islam yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut selanjutnya dijelaskan dalam peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.

3.      Kultur Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave (1980) berpendapat tentang peradaban manusia, yaitu: (1) peradaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, (2) peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan (3) peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan terbesar yang diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah terjadinya pergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah laku masyarakat. Salah satu ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigman yang digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman (Umiarso,  2010:177).
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi dibidang pendidikan. Secara konstitusional ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan pada agama. Artinya, bahwa negara Indonesia melindungi dan menghargai kehidupan beragama dari seluruh warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global akan memasuki abad yang penuh dengan persaingan bebas. Oleh kerana itulah kecenderungan masa kini akan ditandai oleh ledakan pengetahuan dan ledakan informasi. Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jalannya sendiri, khususnya memasuki masa millennium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan persaingan. Dengan adanya sumber daya manusia yang unggul dalam penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa Indonesia akan dapat mengerakkan sektor- sektor industri secara efisien dan produktif serta mampu bersaing di pasar dunia..
Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebagai salah satu desakan arus reformasi, perubahan paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan tantangan tersendiri bagi aspek kehidupan, tak terkecuali dunia kependidikan. Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus.
Oleh karena itu, dalam era globalisasi saat ini sektor pendidikan perlu difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia dan sumber daya bangsa agar memiliki unggulan kompetetif dalam berbangsa dan dan bernegara ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global. Maka keterkaitan antara proses pendidikan dan kehidupan politik dalam arti bahwa pendidikan tidak terlepas dari politik dan politik itu sendiri adalah pendidikan. Pendidikan adalah metode yang paling fundamental di dalam kemajuan sosial dan reformasi.
 Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma [paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia, oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua, paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum. Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.

BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan-pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1.      Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 merupakan awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotorik. Dengan dasar UU ini telah dikembangkan dua model kurikulum PAI, yaitu kurikulum PAI dalam KBK pada tahun 2004 dan kurikulum PAI dalam KTSP pada tahun 2006.
2.      Institusi pendidikan Islam pada masa ini sebagaimana diakui dalam UU No.20 tahun 2003 adalah meliputi lembaga formal, informal, dan non formal. Diantara institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, diniyah, sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya.
3.      Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus. Kultur pendidikan Islam pada masa ini lebih berorientasi pada sistem  disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.


Daftar Pustaka

Shaleh, Abdul Rachman, 2006, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shaleh, Abdul Rachman, 2004, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.
Soebahar, Abd. Halim, 2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Soebahar, Abd. Halim, 2009, Matriks Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Umiarso, Haris Fathoni Makmur, 2010, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern Membangun Pendidikan Islam Monokhotomik-Holistik, Jogjakarta: Ircisod.
Subandijah, 1993, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Gravindo Persada.


Perkembangan Agama Pada masa Remaja (Makalah Psikologi Agama)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Agama dan Remaja merupakan suatu permasalahan yang menarik untuk dikaji, hal itu karena kehidupan remaja dan kehidupan keagamaan merupakan dua istilah yang tampak berlawanan, kehidupan keagamaan sering ditafsirkan dengan kehidupan yang penuh dengan ketenangan, kedamaian dan kemapanan. Sedangkan kehidupan remaja cenderung akan kehidupan yang penuh dengan gejolak, kegoncangan, dan pemberontakan.
Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan. Bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Sedangkan, Kehidupan remaja merupakan masa perkembangan setelah masa anak-anak menuju dewasa, dari masa tanpa identitas menuju masa kepemilikan identitas diri. Pada fase tersebut perkembangan semua aspek dari dalam diri remaja dipengaruhi oleh suasana transisi yang penuh dengan gejolak. Kemampuan melewati masa transisi inilah yang kemudian akan membawa kepada fase kedewasaan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian dari remaja?
2.      Bagaimana perkembangan fisik dan psikis pada remaja?
3.      Bagaimana perkembangan agama pada masa remaja?
4.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agama pada masa remaja?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN REMAJA
Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adoloscentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.
Kata tersebut mengandung aneka kesan, ada yang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang potensinya dapat dimanfaatkan dan kelompok yang bertanggung jawab terhadap bangsa dalam masa depan. Masa remaja merupakan masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran dan emosional. Masa remaja kadang panjang kadang pendek tergantung lingkungan dan budaya di mana remaja itu hidup. 
Kehidupan remaja itu sendiri merupakan salah satu fase perkembangan dari diri manusia. Fase ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak dalam menggapai kedewasaan. Disebut masa transisi karena terjadi saling pengaruh antara aspek jiwa dengan aspek yang lain, yang kesumuanya akan mempengaruhi keadaan kehidupan remaja.[1]
Neidahart menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.[2]

B.     PERKEMBANGAN FISIK DAN PSIKIS PADA MASA REMAJA
Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot tubuh bekembang pesat sehingga kelihatan bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih mirip anak-anak.
Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa. Demikian pula, segi seks. Mereka telah mampu berketurunan. Pertumbuhan jasmani dari luar dan dalam (kelenjar) yang telah matang itu akan mengakibatkan timbulnya dorongan-dorongan seks, yang perlu mendapat perhatian. Dorongan yang bersifat biologis tersebut menimbulkan kegoncangan emosi, yang selanjutnya membawa berbagai tindakan, kelakuan, atau sikap yang menjurus ke arah pemuasan dorongan tersebut.[3]
Pada pria akan nampak hal-hal seperti: (a) timbulnya rambut di daerah alat kelamin ‘public hair’; (b) timbulnya rambut di ketiak ‘axillary hair’ seringkali tumbuh rambut di lengan, kaki dan dada; (c) kulit menjadi lebih kasar; (d) kelenjar yang menghasilkan lemak di kulit ‘sebacious’ menjadi aktif sehingga timbul banyak ‘kukul’ jerawat; (e) kelenjar keringat bertambah besar dan aktif sehingga banyak keringat keluar; (f) otot tubuh, kaki dan tangan membesar; (g) timbulnya perubahan suara pada umur kurang lebih 13 tahun suara mulai membesar.[4]
Sedangkan pada wanita akan nampak hal sebagai berikut: (a) Perkembangan pinggul yang membesar dan menjadi bulat disebabkan oleh membesarnya tulang pinggul ‘pelvis’; (b) perkembangan buah dada; (c) timbulnya rambut di daerah kelamin; (d) timbulnya rambut di ketiak; (e) kelenjar sebaceous menjadi lebih besar dan aktif yang menyebabkan timbulnya jerawat; (f) kelenjar keringat menjadi lebih aktif; (g) tumbuhnya rambut di lengan dan kaki.[5]
Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian. Perhatian lawan jenis sangat diharapkan, apabila tidak mendapatkan perhatian dari lawan jenis maka terkadang akan merasa sedih, menyendiri, atau akan mencoba untuk melakukan hal-hal yang menarik perhatian. Bahkan kadang-kadang ada yang mengalami kegoncangan jiwa dengan bermacam-macam gejala.[6]
Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi remaja. Mereka akan merasa sedih, apabila diremehkan atau dikucilkan dari masyarakat dan teman-temannya. Karena itu, mereka tidak mau ketinggalan mode atau kebiasaan teman-temannya. Kadang-kadang mereka juga marah kepada orang tuanya apabila mereka mencoba membatasi mereka. Mereka juga sering marah pabila ditegur, dikritik, atau dimarahi di depan teman-temannya karena takut akan kehilangan penghargaan dirinya.[7]

C.     PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
Masa remaja merupakan masa pencapaian identitas, bahkan bisa dikatakan perjuangan pokok pada masa remaja adalah antara identitas dan kekacauan peran. Pada waktu orang remaja menemukan siapa dirinya yang sebenarnya atau identitasdiri, tumbuhlah kemampuan untuk mengikat kesetiaan kepada suatu pandangan atau ideologi.[8]
Pada usia remaja, sering kali kita melihat mereka mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan dalam beragama. Misalnya, mereka kadang-kadang sangat tekun sekali menjalankan ibadah, tetapi pada waktu lain enggan melaksanakannya. Bahkan menunjukkan sekiap seolah-olah anti agama. Hal tersebut karena perkembangan jasmani dan rohani yang yang terjadi pada masa remaja turut mempengaruhi perkembangan agamannya. Dengan pengertian bahwa penghayatan terhadap ajaran dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan jasmani dan mereka.[9]
Zakiah Daradjat, Starbuch, William James, sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
 Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1.      Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut: 
Pertama; Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain. 
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2.      Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini: 
Pertama; Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa. 
Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
Ketiga; Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.[10]
Kehidupan keagamaan mempunyai beberapa sisi, hal ini kemudian disebut sebagai dimensi rasa keagamaan Verbit 1970 mengemukakan enam dimensi rasa agama, yaitu doctrine, ritual, emotion, knowledge, ethic, dan community.[11]
1.      Perkembangan dimensi Doctrine
Doctrine adalah pernyataan tentang hubungan dengan tuhan, oleh Stark dan Glock disebut dimensi belief yaitu keyakinan tentang ajaran ajaran agama. Perkembangan dimensi agama pada usia remaja bersifat abstrak, yang merupakan penilaian diri secara abstrak tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tuhan. Pemahaman agama pada masa remaja bisa merupakan kelanjutan dari apa yang diperoleh pada usia kanak-kanan, bisa juga merupakan hal baru yang diterima oleh remaja. Tetapi dari segi cara pandang remaja terhadap kebenaran berkaitan dengan tuhan atau kebenaran agama berbeda dengan masa sebelumnya.
2.       Perkembangan dimensi Ritual
Ritual adalah dimensi rasa keagamaan yang berkaitan dengan perilaku peribadatan yang menunjukkan pernyataan tentang keyakinan diri terhadap tuhan dan ajarannya. Pada masa remaja, tujuan dan sifat peribadatan sudah bersifat abstrak dan umum, serta sudah mulai terdapat dorongan dari dalam diri. Intensitas dan kualitas peribadatan remaja ini sangat dipengaruhi oleh pembiasaan ritual yang sudah ia terima semasa kanak kanak dan juga peristiwa peristiwa kejiwaan yang sedang dialaminya.
3.       Perkembangan Emotion keagamaan
Perkembangan dimensi emosi (emotion) keagamaan remaja banyak dipengaruhi oleh perkembangan emosi pada umumnya. Situasi emosi remaja banyak dipengaruhi oleh perasaan perasaan yang baru diantaranya rasa khawatir (anxiety) yang muncul karena proses menuju kemandirian, raa kebingungan (confusion and conflict) antara nilai dan realita yang ada di lingkungan sekitarnya, juga timbulnya perasaan cinta terhada lawan jenisnya. Kesensitifan emosi remaja disebabkan karena dalam diri mereka muncul sikap yang wajar menurut orang dewasa.
4.       Perkembangan pengetahuan keagamaan
Perkembangan pengetahuan keagamaan berkaitan dengan keterlibatan diri terhadap pemilikan pengetahuan yang meliputi semua aspek keagamaan.perkembangan intelektual remaja merupakan fase formal operation. Unsur pokok pemikirannya adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif. Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Pemikiran keagamaan yang tertanam pada usia anak yang akan muncul lagi dengan disertai daya kritik dan evaluasi terhadap pemikiran tersebut.
5.       Etik keagamaan
Perkembangan etika keagamaan erat hubungan dengan perkembangan moral, yaitu aspek jiwa yang berkaitan dengan dorongan untuk berperilaku sesuai dengan aturan moral di lingkungannya. Perkembangan moral pada usia remaja disebut fase autonomy, yaitu fase ketika orientasi moral didasarkan pada prinsip prinsip aturan yang telah terinternalisasikan dalam hati nurani melalui otoritas eksternal dan orientasi sosial.
6.      Perkembangan orientasi sosial keagamaan
Kelompok kawan sebaya merupakan faktor pemberi pengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan remaja, karena kelompok kawansebayanya merupakan media pengembangan dorongan kemandiriannya Kelompok teman sebaya seagama akan menjadi sumber proses pengayaan konsep keagamaan remaja melalui proses aplikasi perilaku dan juga menumbuhkan rasa kepedulian sosial keagamaan, sebagai dorongan diri yang diperlukan untuk dasar aplikasi ajaran agam tentang ikatan social kemasyarakatan.[12]



D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN AGAMA PADA MASA REMAJA
Perkembangan rasa keamaan pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya hati nurani keagamaan, baik kualitasnya pada akhir usia anak maupun perkembangan pada usia remaja. Hati nurani yang sudah tumbuh kuat pada akhir masa anak-anak akan akan memudahkan perkembangan rasa keagamaan pada masa remaja.
Faktor consience atau hati nurani ini mempunyai padanan kata superego, inner light dan inner policemen. [13] Pada masa remaja, anak masuk ke dalam tahap pendewasaan, dimana hati nurani (conscience) sudah mulai berkembang melalui pengembangan dan pengayaan pada usia anak melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi nilai tersebut terlaksana melalui proses identifikasi anak terhadap perilaku orang tuanya dan juga orang orang di sekelilingnya yang memiliki kesan dominan secara kejiwaan, sehingga terjadi proses imitasi sikap dan perilaku. Kekuatan dari kata hati sebagiannya justru terletak pada ketidak mengertian anak, karena dengan begitu konsep nilai yang masuk dalam diri anak terbentuk melalui proses tanpa tanya, begitu saja terserap tanpa adanya reaksi dari dalam. 
Proses kerja hati nurani dibantu oleh gejala jiwa yang lain yang disebut rasa bersalah (guilt) dan rasa malu (shame), yang akan muncul setiap kali ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya. Clark menyatakan bahwa kapasitas untuk memiliki kata hati adalah merupakan potensi bawaan bagi setiap manusia, tetapi substansi dari kata hati merupakan hasil dari proses belajar.
Rasa bersalah (guilt) adalah perasaan yang tumbuh jika dirinya tidak melakukan sesuatu sesuai dengan hati nuraninya. Beriringan dengan itu kemudian muncul rasa rasa malu (shame), yaitu reaksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap perkiraan penilaian negatif dari orang lain terhadap dirinya. Kata hati, rasa bersalah dan rasa malu dalam perkembangan religiousitas adalah mekanisme jiwa yang terbentuk melalui proses internalisasi nilai nilai keagamaan pada usia anak, yang akan berfungsi sebagai pengontrol perilaku pada usia remaja.
Hati nurani mulai mengambil peran pada masa remaja yang juga membantu dalm proses pemilikan pandangan hidup yang akan menjadi dasar dasar pegangan hidupnya dalam bermasyarakat.
Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan:
1.       Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan kognitif memberi kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah menuju agma yang batiniah. Perkembangan kognitif memberi kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama “iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal.
2.       Perasaaan Beragama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat dalam diri remaja. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada Tuhan/Agama. Perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh dan menentang.
3.      Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan, remaja cenderung dihadapkan pada konflik antara pertimbangan moral dan materil. Terhadap konflik ini remaja cenderung bingung untuk menentukan pilihan. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi cenderung pada pertimbangan lingkungan sosialnya.[14]
4.      Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja.




BAB III
KESIMPULAN
1.      Istilah remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik, masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri
2.      Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Segala fungsi jasmaniah pada fase ini mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa. Dalam aspek psikis, pada usia ini pribadi mereka masih mengalami kegoncangan dan ketidak pastian.
3.      Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
a.       Masa awal remaja (12-18 tahun) diantara tahapannya adalah:  Sikap negative, pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau, dan penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic.
b.      Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut ini: sikap kembali ke arah positif, pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya, dan penghayatan rohaniahnya kembali tenang.
4.      Diantara faktor yang mempengaruhi agama remaja adalah: concience atau hati nurani, pertumbuhan dan pikiran mental, perasaaan beragama, pertimbangan sosial, perkembangan moral




Daftar Pustaka

Arifin, Bambang Syamsul, 2008, Psikologi Agama,  Bandung: Pustaka Setia
Crapps , Robert W, 1995, Dialog Psikologi dan Agama, Yogyakarta: KANISIUS
Hurlock, E.B., Child development, New York :1978, Mc Graw Hill Book Company
Jalaluddin, 2004,Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nurhayati, Tati, 2007 Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal Al-Tarbiyah edisi XX, vol I Juni



[1] Tati nurhayati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja dalam Jurnal Al-Tarbiyah edisi XX, vol I Juni 2007, 60
[3] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 65
[6] Bambang, Psikologi Agama, 66
[7] Bambang, Psikologi Agama, 67
[8] Robert W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, (Yogyakarta: KANISIUS, 1995), 90
[9] Bambang, Psikologi Agama, 68
[11] Tati, Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja, 63

[13] Hurlock, E.B., Child development. (New York :1978, Mc Graw Hill Book Company),388
[14] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: 2004, Raja Grafindo Persada), 75