Kisah dua saudara ahli ibadah dan pemabuk yang berakhir tidak terduga

ahli ibadah dan pemabuk    Dihikayatkan tentang dua orang bersaudara, yang satu ta’at beribadah, sedangkan yang lainnya merupakan orang yang berlebihan atas dirinya. Orang yang taat beribadah berangan-angan ingin bisa melihat iblis. Lalu, pada suatu hari tampaklah iblis seraya berkata, “Alangkah menyesalnya kamu yang telah menyia-nyiakan umurmu selama empat puluh tahun dalam menahan nafsu dan melelahkan badan, padahal umurmu masih tersisa, seperti umurmu yang telah lewat. Maka, bebaskanlah dirimu dalam mengumbar hawa nafsu.” Ahli ibadah itu berkata di dalam hatinya, “Aku akan turun menemui saudaraku yang berada di bawah rumah dan akan menemaninya makan, minum, dan menikmati kelezatan-kelezatan lainnya selama dua puluh tahun. Kemudian aku akan bertobat dan beribadah kepada-Nya selama dua puluh tahun sisa umurku.” Dia pun turun dengan niat itu.

    Sementara itu, saudaranya yang masih senang bermaksiat tersadar dari mabuknya. Dia menemukan dirinya dalam keadaan hina. Lalu, dia berkata di dalam hatinya, “Sesungguhnya aku telah membinasakan umurku sendiri karena selalu berada dalam perbuatan-perbuatan maksiat,” dan saudaraku selalu menghabiskan waktunya dengan taat kepada Allah swt. dan beribadat kepada-Nya. Dia akan masuk ke surga karena taat kepada Tuhannya, sedangkan aku akan masuk neraka karena perbuatan maksiatku.”
    
    Kemudian, pemabuk itu bertobat dan berniat untuk berbuat baik dan beribadah. Dia naik (ke ruang atas) agar bisa menemani saudaranya beribadah kepada Allah swt. Dia naik ke atas dengan niat taat, sedangkan saudaranya turun ke bawah dengan niat melakukan maksiat. Tiba-tiba kaki saudaranya yang turun tergelincir, lalu jatuh menimpa dia yang naik ke atas. Mereka berdua jatuh dan wafat. Maka, orang yang ahli ibadah dikumpulkan atas niat maksiat dan orang yang ahli maksiat dikumpulkan atas niat tobat dan ibadah. Oleh karena itu, seorang hamba harus berbuat baik dalam niatnya.

Dihikayatkan pula bahwa sesungguhnya seorang hamba akan dihadapkan pada hari kiamat disertai kebaikan laksana gunung. Seseorang menyeru, “Barang siapa mempunyai kebaikan seperti pada si Fulan, datanglah dia dan ambillah kebaikan itu darinya.” Lalu, orang-orang datang kepada si Fulan dan mengambil semua kebaikannya, hingga tidak ada lagi yang tersisa. Si Fulan kebingungan. Lalu Allah swt. berfirman kepadanya, “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya orang-orang ada sebagian kecil orang yang ada pada-Ku, yang tidak diambil oleh seorang pun dari makhluk-Ku.” Dia berkata, “Wahai Tuhanku, apakah itu?” Allah berfirman, “Niat baikmu yang dulu pernah diniatkan, oleh sebab Aku mencatatnya bagimu hingga niat itu berada di sisi-Ku tujuh puluh kali lipat.”

Dihikayatkan pula, ada seorang hamba dihadapkan pada hari kiamat, lalu diberikan kepadanya sebuah buku. Dia mengambil dengan tangan kanannya dan didalamnya menemukan haji, jihad, dan sedekah yang tidak pernah dia lakukan. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, ini bukanlah bukuku karena aku tidak pernah melakukan hal-hal tersebut.” Allah swt. berfirman, “Ini adalah balasan karena sesungguhnya dalam hidupmu, kamu mengatakan, ‘Andai aku mempunyai harta, niscaya aku (akan) melakukan haji, andai aku mempunyai harta, niscaya aku (akan) bersedekah’. Maka, Aku mengetahui ini dari kebaikan niatmu dan Aku berikan kepadamu pahala itu semua.”

Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku, barang siapa yang berniat melakukan sesuatu yang baik, niscaya dia akan mendapatkan pahalanya. Nabi saw. telah bersabda:

 

نِيَّةُ المُؤمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ

 

"Niat seorang mukmin itu lebih baik daripada amalnya."

(Majlisus tsaniyah, syarah arbain an nawawiyah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar