TERJEMAH FIKIH
WADHIH JILID 3
BAB NIKAH
Apabila kamu
telah lulus dari sekolah dan telah mempunyai kesibukan dengan pekerjaan seperti
berdagang, bertani, industri, dan sebagainya, telah menghasilkan uang yang
memungkinkan kamu untuk memberi nafkah dirimu dan orang lain, maka sunnah
hukumnya bagi kamu untuk menikah dengan wanita yang baik bagi kamu.
Tatacara
menikah adalah dengan cara sang wali calon istri berkata padamu di depan
dua orang lakai-laki "saya nikahkan
kamu dengan putri saya ....... dengan maskawin ................ rupiah.
Kemudian kamu menjawab "saya terima nikahnya dengan maskawin .............. rupiah.
Adapun kamu
disebut dengan suami, ayah calon istri disebut wali, dua orang laki-laki
disebut dengan saksi, perkataan wali tadi disebut dengan ijab, dan perkataan
kamu disebut dengan qobul.
Allah SWT
berfirman:
Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah)
seorang saja
Dan barang
siapa yang berkeinginan untuk menikah, maka disunnahkan baginya untuk melihat
wajah dan kedua telapak tangan calon istrinya, begitu juga sebaliknya
disunnahkan pula bagi calon istri untuk melihat calon suaminya. Hal tersebut
dilaksanakan sebelum adanya lamaran. Sebaiknya "Nadzor" atau saling
bertemu tersebut dilakukan beberapa kali sesuai dengan hajatnya masing-masing
agar tidak terjadi penyesalan setelah menikah kelak. Dan dilarang untuk melihat
selain wajah dan kedua telapak tangan.
HUKUM NADZOR
(memandang)
Seorang
laki-laki haram hukumnya untuk melihat bagian tubuh wanita lain (bukan
mahromnya) namun bagi suami boleh untuk melihat tubuh istrinya bahkan aurotnya.
Dan bagi laki-laki boleh melihat mahronya atau sebaliknya untuk melihat selain
anggota antara pusar dan lutut. Adapun melihat selain istri atau selain
mahronya adalah haram begitu juga haram untuk menyentuh dengan tangan atau
lainnya.
(Yang dimaksud
dengan mahrom adalah orang yang haram untuk dinikahi sebagaimana yang akan
diterangkan pada bab orang-orang yang haram untuk dinikahi)
Dan dibolehkan
untuk melihat perempuan yang bukan mahromnya untuk keperluan persaksian,
mu'amalah seperti jual beli dan pembelajaran sebatas kebutuhan. Dan tidak
diperkenankan melihat selaian yang diperlukan.
KHITBAH (PINANGAN)
Haram bagi
seseorang untuk meminang baik secara langsung (jelas) atau tidak langsung
(kinayah) seorang wanita yang sedang dalam masa iddah roj'i. Adapun wanita yang
sedang dalam masa iddah karena talak ba'in maka haram untuk dilamar secara
langsung (dengan perkataan jelas) saja, dan boleh dengan singgungan (lafalz
yang tidak jelas). Khitbah ialah permintaan sang laki-laki kepada calon istri
untuk menikah. Dan haram untuk meminang diatas pinangan orang lain.
Nabi bersabda:
"dan janganlah seseorang melamar wanita yang telah dilamar oleh saudaranya
(sesama muslim) hingga dia meniggalkannya atau memberi izin untuknya". Dan
barang siapa yang dimitai musyawarah (pendapat) tentang diri orang yang
meminang untuk menikah atu tentang muamalah hendaknya menuturkan aib dan
kebaikannya dengan jujur. Hal tersebut bukan berarti menuturkan aib seseorang
termasuk ghibah yang diharamkan, melainkan hal tersebut merupakan suatu bentuk
nasihat. Nabi SAW bersabda "agama adalah nasihat".
RUKUN NIKAH
Rukun nikah
ada 5 (lima) yaitu: 1. Suami 2. Istri 3. Wali 4. Dua orang saksi 5. Shighat
(ijab dan qobul)
Nabi SAW
bersabda: "tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang
saksi yang adil"
Syarat-syarat
suami (zauj):
1.
Harus seorang muslim
apabila istrinya adalah muslimah, apabila suami kafir dan istrinya seorang
muslimah, maka pernikahannya batal.
2.
Halal, maka tidak sah
pernikahan seorang yang muhrim baik sebab haji maupun umroh
3.
Rela atau Tidak karena
terpaksa
4.
Orangnya telah ditentukan,
maka tidak sah menikah dengan salah satu dari dua orang laki-laki
5.
Mengetahui nama istrinya,
nasabnya, dan keadaanya.
Syarat-syarat
istri (zaujah):
1.
halal. Maka tidak sah
nikahnya seorang yang muhrim (ihrom) sebab haji atau umrom
3.
tidak sedang berstatus
menikah atau iddah
syarat-syarat
wali:
1.
tidak terpaksa
2.
baligh, maka tidak sah wali
anak kecil
3.
berakal, maka tidak sah
wali seorang gila
4.
Merdeka, maka tidak sah
wali seorang budak
5.
Laki-laki, maka tidak sah
wali perempuan
6.
Islam apabila anak
perempuannya muslimah, dan adapun kafir dapat menjadi wali anak perempuanya
yang kafir
7.
Tidak fasik, maka tidak sah
wali orang yang meninggalkan shalat, puasa dan kewajiban yang lain, tetapi
apabila kefasikan sudah merajalela dan tidak ada orang baik lagi, maka seorang
fasik dibolehkan untuk menjadi wali.
8.
Halal (tidak sedang ihrom)
Syarat-syarat
dua orang saksi:
1.
Islam
2.
Baligh
3.
Berakal
4.
Laki-laki
5.
Merdeka
6.
Dapat mendengar
7.
Dapat Melihat
8.
Dapat berbicara
9.
Mengerti bahasa yang
digunakan oleh orang yang akad (wali dan zauj)
10. Cerdas, artinya tidak sering lupa
11. Adil
Sebagian ulama
berpendapat: apabila kefasikan telah menjadi umum (merajalela) pernikahan dapat
terjadi dengan dua orang saksi yang fasik.
Syarat-syarat
shighat:
1.
Jelas, meskipun dengan
bahasa ajam (selain bahasa Arab)
2.
Terlepas dari catatan atau
syarat (dengan mambatasi perkawinan dengan waktu tertentu, maka pernikahan
tidak kecuali dengan ijab seperti ucapan wali "saya kawinkan dan saya
nikahkan kamu dengan anak saya dengan......."
Dan qobul: "saya terima nikah dan kawinnya
dengan....."
URUTAN WALI
Urutan wali
yang utama adalah ayah kemudian kakek. apabila terputus atau tidak ada maka
saudara kandung laki-laki kemudian saudara laki-laki se ayah, kemudian anak
laki-laki dari saudara kandung kemudia anak laki-laki dari saudara seayah
kemudian paman kandung kemudian paman seayah, kemudian anak laki-laki dari
paman kandung kemudian anak laki-laki dari paman seayah.
Apabila tidak
mempunyai wali sama sekali maka diwalikan kepada hakim, juru agama, atau orang
yang telah diberi mandat sebagai petugas pernikahan. Yang dimaksud dengan tidak
adanya wali adalah meninggalnya orang-orang yang menjadi walinya, atau
hilangnya kabar dari orang-orang tersebut atau karena sedangan perjalanan jauh
yang tidak memungkinkan untuk pulang dalam seketika itu (sejauh jarak qosor
shalat) atau karena dipenjara yang tidak memungkinkan untuk menghadiri pernikahan
atau karena sedang ihrom haji/umroh atau udzur-udzur syar'i yang lain.
Apabila tidak
ada hakim maka dibolehkan bagi kedua mempelai untuk menunjuk seseorang yang
adil untuk mengakadkan mereka berdua dengan berkata: kami berdua memutuskan
untuk menunjuk kamu agar menikahkan kami dan kami telah meridhoi apa yang
menjadi keputusanmu.
Catatan:
dibolehkan hanya bagi seorang ayah atau kakek degan memaksa anak perawannya
untuk menikah dengan syarat ada kafa'ah (kesetaraan kedua mempelai). Dan tidak
diperbolehkan untuk memaksa anak perempuannya yang janda untuk menikah, tetapi
boleh menikahkannya setelah baligh dan atas izinnya. (yang dimaksud dengan
janda adalah: perempuan yang kehilangan keperawanannya baik sebab menikah atau
zina, dan yang dimksud dengan perawan adalah kebalikan dari janda) dan bagi
selain ayah dan kakek, tidak diperkenankan untuk menikahkan perempuan yang
masih kecil baik masih perawan atau telah janda. Mereka diperbolehkan untuk
menikahkan perempuan yang sudah baligh setelah diberi izin (perempuan tersebut
ridho terhadap pernikahannya).
Pendapat
pengarang: tidak diperkenankan bagi ayah dan kakek dengan memaksa putrinya untuk
menikah, kecuali telah mendapat izin dari putri tersebut. Dan diam merupakan
salah satu bentuk izin, nabi SAW bersabda "seorang janda lebih berhak atas
dirinya daripada walinya, sedangkan perawan dimintai persetujuannya, dan
persetujuannya adalah diamnya".
Alhamdulillah ada yang jilid dua nya tidak akhi?? Ana perlu
BalasHapusAlhamdulillah ada yang jilid dua nya tidak akhi?? Ana perlu
BalasHapusAda yg jilid 2 nya gk?
BalasHapusAda lanjutan nya gak min
BalasHapusAda yang jilid 2 gak min
BalasHapus