DOWNLOAD :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Manusia memerlukan suatu
tutunan dan pegangan dalam menjalani kehidupan agar tidak bertentangan dengan
dengan kehendak Allah SWT. Agama Islam adalah risalah yang diturunkan Allah kepada
manusia melalui para nabi dan rasul sebagai petunjuk dan pedoman yang
mngandung hukm-hukum, norma, dan aturan.
Ajaran Islam memberikan aturan bagaimana cara berhubungan dengan tuhan serta
bagaimana cara berhubungan dengan sesama makhluknya, termasuk didalamnya
persoalan hubungan dengan peraturan-peraturan dan aliran didalam hukum islam.
Hukum islam merupakan hukum yang bersumber dari ajaran-ajaran Islam. Dalam
Islam terdapat istilah Syari’ah dan Fiqih yang berhubungan dengan hukum Islam.
Syari’at merupakan landasan dari Fiqih, dan Fiqih merupakan pemahaman mengenai
syari’at. Syari’at adalah wahyu Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul yang
berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam Islam. Sedangkan fiqih adalah
pemahaman manusia mengenai syari’at dan dapat berubah dari masa ke masa dan
dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini dapat terlihat pada
aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah madzhab. Dalam fiqih menunjukkan keragaman dalam hukum islam
termasuk di negara Indonesia.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu:
1.
Apa Makna dan Ruang Lingkup Hukum Islam?
2.
Apa Prinsip dan Fungsi Hukum Islam?
3.
Apa Perbedaan Madzhab Fiqih dan Bagaimana
Menyikapinya?
4.
Apa Kontribusi Hukum Islam dalam Hukum Positif di
Indonesia?
1.3.
Tujuan
Makalah ini disusun
berdasarkan tujuan untuk mengetahui hukum Islam dan Hukum Islam dalam Konteks
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna dan Ruang Lingkup Hukum
Islam
2.1.1 Makna Hukum Islam
Hukum islam atau syariat islam adalah sistem kaidah
yang didasarkan pada wakyu Allah SWT dan Sunnah Rasul berhubungan
dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah
(perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim
(Iryani, 2017). Menurut Istilah: Hukum-hukum
yang diperintahkan Allah Swt untuk umat Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik
yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan
amaliyah. Menurut
Bahasa: Jalan
yang dilalui umat manusia untuk menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata islam
bukanlah hanya sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan
ibadah kepada Tuhannya saja.
2.1.2 Ruang Lingkup Hukum
Islam
Ruang lingkup hukum Islam di sini adalah
objek kajian hukum Islam atau bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari
hukum Islam. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih dititikberatkan
pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan melihat bentuk
hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu
hubungan manusia dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan manusia dengan
sesamanya (hablun minannas). Bentuk hubungan yang pertama disebut ibadah dan
bentuk hubungan yang kedua disebut muamalah.
2.2 Prinsip dan Fungsi Hukum Islam
2.2.1 Prinsip
Hukum Islam
1. Prinsip
Tauhid
Tauhid
adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada
di bawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam
kalimat :laa ilaha illa Allah” (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini
ditarik dari firman Allah SWT di dalam Q.S. ali „Imran ayat 64. Berdasarkan
atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam
arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah SWT sebagai
manifestasi kesyukuran kepada-Nya
2. Prinsip Keadilan
Keadilan
berarti keseimbangan. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip
moderasi, menurut Wabbah Al-Zuhaili bahwa perintah Allah SWT ditujukan bukan
karena esensinya, sebab Allah SWT tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan
tidak pula mendapatkan kemadharayan dari perbuatan maksiat manusia. Namun
ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara
pedidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.
3. Prinsip Amar Ma‟ruf Nahii Mungkar
(Memerintah kepada Kebaikan dan Mencegah Kejahatan)
Hukum
Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik
dan benar yang dikehendaki dan diridhai Allah SWT.
4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip
kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar hukum Islam dilaksanakan tidak
berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas
baik kebebasan indivisu maupun kelompok.
5. Prinsip Persamaan
Prinsip
persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum
Islam dalam menggerakkan dan mengontrol masyarakat. Prinsip persamaan yang
paling nyata terdapat dalam
Kostitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan
penghisapan darah manusia atas manusia. Contohnya, Islam membolehkan pemilikan
pribadi dan perbedaan dalam ekonomi dengan batas-batas yang wajar di dalam
masyarakat, agar tersedia kesempatan bagi individu untuk mengembangkan dan
memanfaatkan sifat-sifatnya yang mulia. Dalam tanggung jawab pelaku usaha, ia
harus menghargai hak-hak konsumen dengan berlaku jujur dan adil.
6. Prinsip Ta’awun (Tolong Menolong)
Prinsip
ini memiliki
makna saling membantu antara sesame manusia yang diarahkan sesuai prinsip
tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Prinsip ini menghendaki kaum Muslim berada saling tolong dalam kebaikan dan
ketakwaan. dikenal prinsip khusus asas tabaadulul manaafi‟, yang berarti segala
bentuk kegiatan muamalah harus memberikan keuntunan dan manfaat bersama bagi
pihak-pihak yang terlibat. Asas ini bertujuan menciptakan kerjasama antar
individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling memenuhi
keperluannya masing-masing dalam kesejahteraan bersama.
7. Prinsip Toleransi dan Larangan Menzalimi
Sesama
Prinsip
toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak
terlanggarnya hak-hak
Islam dan umatnya, tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak
merugikan sesama agama Islam (Kutbuddin, 2008).
2.2.2
Fungsi Hukum Islam
1. Lahan ibadah
2. Sarana Komunikasi dengan
Allah SWT
3. Mendatangkan manfaat
4. Menghindarkan diri dari
Kesiasiaan
5. Sanksi Hukum
6. Mengatur dan Memperlancar
Interaksi Sosial
7. Sarana Dakwah
8. Menjaga Kehormatan
9. Pedoman Hidup
2.3 Perbedaan Madzhab Fiqih dan Penyikapanya
Fiqih menurut Bahasa adalah
paham yang mendalam (Syarifuddin, 2003) . Sedangkan menurut kebanyakan ahli fiqih, penegrtian fiqih
menurut istilah adalah segala hukum syara’ yang diambil dari kitab Allah SWT,
dan sunnah Rasul SAW dengan jalan ijtihad dan istimbath berdasarkan hasil
penelitian yang mendalam (Al-Shiddieqy, 1997) . Fiqih bersifat
instrumental, memiliki ruang lingkup yang terbatas pada hukum-hukum yang
mengatur perbuatan manusia. Karena fiqih merupakan hasil dari manusia maka
fikih tidak bersifat abadi, dapat berubah sesuai waktu dan tempat. Perbedaan
dalam fiqih dapat terlihat dari adanya madzhab-madzhab dalam Islam.
Madzhab menurut Bahasa ialah
tempat untuk pergi datau jalan. Dari segi istilah, madzhab berarti hukum-hukum
yang terdiri atas kumpulan permasalahan. Madzhab merupakan jalan yang
menyampaikan seseorang kepada satu tujuan tertentu dikehidupan dunia ini,
sedangkan hukum-hukum juga dapat menyampaikan deseorang kepada satu tujuan di
akhirat. mahzab fiqih itu sudah ada sejak zaman
sahabat. Di awal abad II hingga pertengahan abad IV hijriyah yang merupakan
fase keemasan bagi itjihad fiqh, yakni dalam rentang waktu 250 tahun di bawah
Khilafah Abbasiyah yang berkuasa sejak tahun 132 H.9 Pada masa ini, muncul 13
mujtahid yang madzhabnya dibukukan dan diikuti pendapatnya (Abdillah, 2014) . Dari berbagai
madzab tersebut terdapat empat madzhab yang paling terkenal, yaitu madzhab
Hanafi, madzhab Maliki, Madzhab Syafi’I, dan madzhab Hambali.
a. Madzhab Hanafi
Madzhab
Hanafi berasal dari Imam Abu Hanifah, Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha Al-Kufi.
Beliau merupakan keturunan Persia. Beliau
merupakan genarasi atba’ al-tabi’in dan hidup di pemerintah Bani Umayyah
dan Bani Abbasiyah. Dasar madzhabnya adalah Al-Kitab, Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan
Istihsan (Kadim, 2014) . Madzhab Hanafi
merupakan madzhab yang tertua dan dianut oleh 45% umat Islam dunia. Pada
madzhab Hanafi, karakteristik yang menonjol adalah penggunaan rasio. latar
belakakang munculnya rasio adalah keberadaan kota kufah di Iraq sebagai pusat
pengembangan madzhab ini yang merupakan pusat pertemuan dua peradaban besar, yakni
Romawi dan Yunani.
b. Madzhab Maliki
Nama
lengkap Imam Malik adalah Imam Malik Bin Anas Bin Abu Amir Al-Asbahi. Beliau
merupakan seorang tokoh dalam bidang fiqih dan hadits di Madinah. Sama seerti
Imam Hanafi beliau juga hidup pada pemerintaha Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
Imam Malik terkenal dengan sikapnya yang berpegang teguh pada Al-Sunnah, amalan
ahli Madinah, al-Murasakalah, pendapat sahabat bila sah sanadnya, dan istihsan (Kadim, 2014) . Madzhab Maliki
awalnya tersebar di Madinah dan menyebar ke Tunisia, Maroko, Al-Jazair dll.
Madzhab ini diperkirakan dianut oleh 15% umat Islam di dunia. Madzhab Maliki
cenderung tradisional. Haltersebut tidak bisa dilepaskan dari tempat hidup Imam
Malik yaitu Makkah dan Madinah yang penduduknya tidak banyak berhubungan sengan
Yunani yang rasional. Selain itu tradisi yang diwarisi sejak zaman nabi tdijaga
dengan baik oleh masyarakat Madinah.
c. Madzhab Syafi’i
Nama
lengkap Imam Syafii adalah Imam Abu Abdullah, Muhammad Bin Idris Al-Quraisy
Al-Hasyim Al-Muththalibi Ibnu Al-Abbas Bin Utsman Bin Syafi’i. silsilah beliau
bertemu dengan Rasulullah pada kakek rasul yaitu Abdu Manaf. Beliau dilahirkan
di Palestina pada 150 H. Beliau pernah belajar pada Imam Malik dan menghafal
kitab Al-Muwaththa’ dalam waktu sembilan malam. Sumber madzhab Imam Syafi’i
adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas (Kadim, 2014) . Madzhab ini dianut oleh umat Islam di Libia,
Mesir, Indonesia, Filipina, Malaysia, Somalia, Arab Selatan, Palestina dll.
Madzhab Syafi’I dianut sekitae 28% umat Islam dunia. Madzhab Imam Syafi’I
dianggap sebagai madzhab penengah yang artinya tidak terlalu rasional seperti
madzhab Hanafi, dan tidak terlalu tradisional seperti madzhab Maliki.
d. Madzhab Hambali
Nama
lengkap Imam Hambali adalah Imam Abu Abdullah, Ahmad bin Hambal bin Hilal bin
Asad Al-Zuhaili al-Syibabi. Beliau lahir dan dibesarkan di Baghdad. Beliau
pernah belajar ilmu fiqih ushul fiqih serta ilmu nasikh dan mansukh
AL-Qur’an pada Imam Syafi’i. Imam
hambali tidak mengarang kitab fiqih sehingga pendapat madzhabnya berdasarkan
perkaaan, perbuatan, jawaban-jawaban Imam Hambali dan sebagainya (Kadim, 2014) . Madzhab hambali
awalnya berkembang di Iraq dan Mesir. Pada abad ke 12 madzhab ini berkembang di
Saudi Arabia pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz as-Su’udi. Madzhab Hambali
terkenal sebagai madzhab resmi pemerintahan Arab Saudi dan memiliki penganut
terbesar di Jazirah Arab.
Pebedaan madzhab seringkali menjadi
perselisihan dikalangan umat islam. Menurut Abdillah (2014), perbedaan
pendapat dalam hukum Islam (Ikhtilafatu al-fiqhiyah) bagaikan buah yang banyak
berasal dari satu pohon, yaitu pohon al-Qur’an dan Sunnah, bukan sebagai buah
yang banyak yang berasal dari berbagai macam pohon. Akar dan batang pohon itu
adalah al-Qur’an dan Sunnah, cabang-cabangnya adalah dalil-dalil naqli dan
‘aqli, sedangkan buahnya adalah hukum Islam (fiqh) meskipun berbedabeda atau
banyak jumlah. Berbagai mazhab itu terbentuk karena adanya perbedaan (ikhtilaf)
dalam masalah ushul maupun furu‘ sebagai dampak adanya berbagai diskusi
(munazharat) di kalangan ulama. Garis besar perbedaan tersebut meliputi
Pertama:
perbedaan dalam sumber hukum (mashdar al-ahkam);
Kedua:
perbedaan dalam cara memahami nash dan;
Ketiga:
perbedaan dalam sebagian kaidah kebahasaan untuk memahami nash.
Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani dalam Abdillah (2014),
menyatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak memerintahkan kita mengikuti
seorang mujtahid, seorang imam, ataupun suatu mazhab. Yang diperintahkan Allah
SWT kepada kita adalah mengikuti hukum syariat dan mengamalkannya. Akan tetapi,
fakta menunjukkan, tidak semua orang mempunyai kemampuan menggali hukum syariat
sendiri secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Quran dan as-Sunnah). Karena
itu, di tengah-tengah umat kemudian banyak yang bertaklid pada hukum-hukum yang
digali oleh seorang mujtahid. Mereka pun menjadikan mujtahid itu sebagai imam
mereka dan menjadikan hukum-hukum hasil ijtihadnya sebagai mazhab mereka. Oleh
karena itu para pengikut mazhab wajib memperhatikan bahwa yang mereka ikuti
hanyalah hukum syariat yang digali oleh mujtahid, bukan pribadi mujtahid yang
bersangkutan. Contohnya apabila seseorang bermazhab Syafi’i, maka wajiblah dia
mempunyai persepsi, bahwa yang dia ikuti bukanlah Imam Syafi’i sebagai pribadi,
melainkan hukum syariat yang digali oleh Imam Syafi’i.
Berikut merupakan cara untuk
menyikapi perbedaan madzhab.
-
Membekali
diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan ilmu, iman, amal dan akhlaq
secara proporsional
-
Lebih
memprioritaskan perhatian dan kepedulian terhadap masalah besar umat islam
-
Memahami
perbedaan dengan benar, mengakui dan menerimanya sebagai bagian dari rahmat
Allah bagi umat
-
Diutamakan
untuk bersikap melonggarkan dan bertoleransi
-
Menghindari
sikap berlebihan atau ekstrem terhadap masalah-masalah dan perbedaan
2.3
Kontribusi Hukum Islam dalam Hukum Positif di
Indonesia
Peranan hukum Islam
dalam pembangunan hukum nasional, dapat dilihat dari dua sisi yaitu, pertama
dari sisi hukum Islam sebagai salah satu sumber pembentukan hukum nasional dan
kedua, dari sisi diangkatnya hukum Islam sebagai hukum negara dalam arti
sebagai hukum positif yang berlaku secara khusus dalam bidang-bidang hukum
tertentu. Sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal
29 ayat 2 UUD 1945 menetapkan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
atau berdasarkan ajaran agama yang hidup dalam masyarakat Indonesia pada pasal
29 ayat 2 menjelaskan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu. Berdasarkan ketentuan tersebut negara berkewajiban
memfasilitasi setiap agama agar setiap pemeluknya bisa menjalankan praktek
keagamaannya secara leluasa.
Sebagai upaya pembinaan dan
pembangunan hukum nasional hukum Islam telah memberikan kontribusi yang sangat
besar, paling tidak dari segi ruh atau jiwanya. Pernyataan ini diperkuat
berdasarkan lahirnya beberapa peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia,
diantaranya adalah:
- Undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan
Pasal 2 ayat 1 menjelaskan bahwa Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya, telah memenuhi ketentuan umum dengan tidak bertentangan antara
hukum nasional dengan hukum agama. Demikian pula pasal 3 ayat 2 yang
menjelaskan bahwa pengadilan dapat memberikan izin kepada seseorang untuk
beristri lebih dari seorang seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan telah memenuhi tuntunan khusus hukum Islam yang memungkinkan
adanya poligami dalam perkawinan Islam.
2.
Undang-undang
nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, kemudian diperbaharui dengan undang-undang
nomor 20 tahun 2003
Di dalam undang-undang ini
disebutkan bahwa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya adalah beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, mempunyai ilmu
pengetahuan dan keterampilan, sehat rohani, mempunyai kepribadian yang mantap
dan mandiri, mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
3.
Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kemudian diperbaharui dengan
undang-undang nomor 3 tahun 2006
Undang-undang ini menjelaskan
keberadaan peradilan agama (PA) di Indonesia yang menetapkan wewenang absolut
dari peradilan agama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa memutuskan, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang perkawinan waris wasiat hibah wakaf zakat dan sebagainya. Lahirnya
undang-undang tentang Peradilan Agama ini memiliki dampak yang luar biasa
terhadap perubahan penegakan hukum di Indonesia dan pembangunan hukum nasional.
4.
Kompilasi
hukum Islam (KHI)
Kompilasi hukum Islam merupakan
sebuah kumpulan dari materi yang dijadikan pedoman bagi para pihak dalam
pengambilan putusan di peradilan agama. Kompilasi hukum Islam terdiri dari 3
buku yaitu buku 1 tentang perkawinan, buku 2 tentang kewarisan dan buku 3
tentang perwakafan. Pembagian dalam 3
buku ini hanya sekedar pengelompokan bidang hukum yang dibahas yaitu bidang
hukum perkawinan atau munakahat, bidang hukum kewarisan atau faraid dan bidang
hukum perwakafan.
5.
Undang-undang
nomor 17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji
Dengan berlakunya undang-undang ini
maka segala ketentuan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan ibadah umrah
telah diatur oleh negara. di dalam undang-undang ini diatur tentang
rangkaian kegiatan penyelenggaraan ibadah haji. Dengan undang-undang ini
diharapkan ibadah haji dan umrah yang dilaksanakan oleh komunitas muslim
Indonesia dapat berjalan dengan tertib dan aman, sehingga mengantarkan bagi
pelakunya untuk mendapatkan haji yang mabrur.
6.
Undang-undang
nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
Undang-undang ini mengatur tentang tata cara
pengelolaan zakat yang baik, agar tidak terjadi penyimpangan. ketentuan tentang
zakat secara terperinci telah diatur dalam beberapa buku Fiqh. Undang-undang
pengelolaan zakat ini merupakan wujud kontribusi hukum Islam dalam ikut serta
meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Disamping itu masalah zakat juga
diatur tentang infaq dan shadaqah.
7.
Undang-undang
nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf
Undang-undang ini merupakan produk
legislasi yang bersumber dari ajaran syariat Islam titik waqaf ini merupakan
sebuah ibadah sebagai perwujudan dari seseorang yang menyerahkan hartanya
untuk diambil manfaatnya untuk kemaslahatan umum dalam waktu yang tidak
terbatas.
Daud
Rasyid mengemukakan bahwa syariat Islam adalah sistem hukum yang bersifat mendunia,
elastis dan mampu menjawab masalah yang dihadapi masyarakat. Hukum ini relevan
untuk setiap ruang dan waktu termasuk untuk Indonesia. Hukum Islam telah
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pembangunan hukum nasional
Indonesia. Hal ini diperkuat dengan lahirnya beberapa regulasi atau peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia khususnya tentang hukum keluarga wakaf,
praktik transaksi syariah, pengelolaan zakat, sistem lembaga peradilan dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, N., 2014. Madzhab dan Faktor Penyebab
Terjadinya Perbedaan. Jurnal Fikroh, VIII(1).
Al-Shiddieqy,
T. M. H. A., 1997. Hukum-Hukum Fikih Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Utama.
Imron, Ali HS. 2006. Kontribusi Hukum Islam Terhadap
Pembangunan Nasional. Fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang.
Iryani, Eva.
2017. HUKUM ISLAM, DEMOKRASI DAN HAK ASASI
MANUSIA. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.2 : 24
Kadim, I., 2014. BAB II
Tinjauan Pustaka. (online) https://etheses.uin-malang.ac.id/316/6/09220038%20Bab%202.pdf. [Accessed
5 Maret 2020].
Kutbuddan, Aibak. 2008. Metodologi
Pembaruan Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syarifuddin, A., 2003. Garis-Garis Besar Fikih. Jakarta:
Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar