KHITAN / SUNAT
PENGERTIAN
Khitan الختان berasal dari bahasa arab al khatnu الختن yang artinya memotong. Sedangkan secara istilah al khatnu berarti memotong kulit yang menutupi kepala zakar (penis) dan memotong sedikit daging yang berada di bagian atas farji (klitoris), dan al khitan adalah nama dari bagian yang dipotong tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutupi kepala penis sehingga kepala penis terbuka semua. Sedangkan bagi wanita, maka yang wajib hanyalah memotong sedikit daging yang berada pada bagian atas farji.
Dalam istilah medis, kulit yang menutupi kepala penis disebut preputium. Dalam istilah awam disebut kulup penis.
Dalam syariat Islam dikenal juga istilah al khatnu الختان, al khafdhu (الخفض), dan al I’dzar (َ الإعذار). Sebagian mengkhususkan istilah al khatnu untuk kaum laki-laki, al khafdhu untuk perempuan, dan al I’dzar untuk laki-laki dan perempuan.
DALIL TENTANG KHITAN
Terdapat ayat Al Qur’an dan hadist yang berkaitan dangan khitan ini, antara lain:
وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلً } سُورَةُ النِّسَاءِ: ١٢٥{
Artinya: “Siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang memasrahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia muhsin (orang yang berbuat kebaikan) dan mengikuti agama Ibrahim yang hanif? Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih(-Nya). (QS. An-Nisa ayat 125)
Sedangkan dalam Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ سُفْيَانَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Amru an-Naqid serta Zuhair bin Harb semuanya dari Sufyan, Abu Bakar berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyainah dari az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musayyab dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Fithrah itu ada lima, -atau ada lima perkara yang termasuk fithrah- yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis.” (HR. Imam Muslim).
Fitrah dalam hadits di atas mengandung makna penciptaan. Bisa juga diartikan perkara-perkara yang dianjurkan untuk dilakukan, sebab dipandang baik untuk dilakukan. Adapun hadits yang bersangkutan sebelumnya seperti diriwayatkan Imam Ahmad dalam kitab Musnad Ahmad:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ أَخْبَرَنَا وَرْقَاءُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيَمُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ بَعْدَمَا أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُونَ سَنَةً وَاخْتَتَنَ بِالْقَدُومِ مُخَفَّفَةً. .
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hafsh telah mengabarkan kepada kami Warqo` dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda, “Ibrahim kekasih Allah yang Maha Pengasih berkhitan setelah beliau berumur delapan puluh tahun, dan beliau berkhitan dengan qadum (kapak) kecil.”(HR. Ahmad).
HUKUM KHITAN
Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa khitan merupakan sesuatu hal yang wajib bagi laki-laki dan perempuan. Kemudian Imam Nawawi menegesakan pendapat Imam Syafi’i bahwa ini adalah pendapat shahih (benar) dan masyhur dan ditetapkan oleh Imam Syafi’i.
Ibnu Abbas
Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang yang tidak berkhitan tidak diterima sholatnya dan tidak boleh dimakan sembelihannya.
Imam Hambali
Imam Hambal mengatakan bahwa Abu Abdillah berkata, orang yang tidak berkhitan tidak boleh menyembelih, tidak dimakan sembelihannya dan tidak sah shalatnya.
Menurut Imam Hambali yang dikutip oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mugni menghukumi wajib bagi laki-laki dan tidak wajib bagi perempuan, akan tetapi sunnah dan merupakan kemulian saja.
Imam Malik dan Imam Hanafi
Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan yang lainnya mengatakan bahwa khitan dihukumi sunnah karena ada dalil yang menguatkan pendapat tersebut seperti dalam kitab Musnad Ahmad bab awwalu musnas al-basyori hadits usamah al-hundaly.
الجزء رقم :34، الصفحة رقم:319
20719 حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ ، حَدَّثَنَا عَبَّادٌ – يَعْنِي ابْنَ الْعَوَّامِ – عَنِ الْحَجَّاجِ ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ بْنِ أُسَامَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاءِ “.
“Telah menceritakan kepada kami Suraij, telah menceritakan kepada kami ‘Abbad yaitu Ibnu Awwam dari Al Hajjaj dari Abul Malih bin Usamah dari Ayahnya bahwa Nabi ﷺ bersabda, ‘Khitan itu hukumnya sunnah bagi kaum laki-laki dan kemuliaan bagi kaum wanita’.”
Imam Nawawi
Imam An-Nawawi dalam kitab al-Majmu syarah al-mazhab, menjelaskan tentang hukum khitan yang dikemukakan oleh masing-masing mazhab. Hal ini lebih pada mazhab Syafi’i yang memberikan pandangan bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan wanita. Pendapat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah disertai alsan-alasan maupun dalil-dalil yang dijadikan hujjah dalam menentukan hukum khitan.
WAKTU KHITAN
Imam Al Mawardi rahimahullah mengatakan, “Waktu khitan ada dua : waktu wajib dan waktu mustahab (waktu yang dianjurkan). Waktu wajib adalah ketika sudah balig (dewasa), adapun waktu yang dianjurkan adalah sebelum balig.”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Waktu khitan adalah saat balig karena pada saat itu waktu wajib baginya untuk melaksanakan ibadah yang tidak diwajibkan baginya sebelum balig”
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa secara syariat tidak ada ketentuan waktu khusus pada usia tertentu untuk khitan misal saat umur 5 tahun, 7 tahun, atau 10 tahun. Ada dua waktu pelaksanaan khitan :
Pertama : waktu wajib, yaitu saat balig.
Kedua : waktu mustahab (dianjurkan), yaitu sebelum balig.
Yang dimaksud balig adalah seorang muslim telah mencapai batas tertentu untuk dikenai beban syariat. Tanda-tanda balig apabila terpenuhi salah satu dari tanda berikut : mengeluarkan mani, tumbuhnya bulu kemaluan, atau telah mencapai usia 15 tahun. Khusus untuk perempuan, ada tanda balig lainnya yaitu keluanya darah haid.
Semakin dini anak dikhitan akan semakin baik, karena akan segera menggugurkan kewajiban. Juga sebagai bentuk bersegera dalam melakukan kebaikan yang merupakan perwujudan perintah Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar