Wacana 5
MENJAGA DARI MAKANAN TIDAK HALAL
Untuk mencapai Hadlirat Ilahi, seseorang mesti menjaga diri dari makanan yang tidak halal. Makanan yang tidak halal akan mengeraskan dan mematikan hati. Ia juga menyebabkan terhijabnya manusia untuk masuk dalam Hadlirat Ilahi. Imam Abu Hanifah pernah berkata, "Seandainya seseorang terus beribadah kepada Allah sehingga seperti tonggak, namun ia tidak perduli makanan apa yang masuk dalam perutnya; halal atau tidak, maka semua ibadahnya sia-sia. Tidak diterima". Abu Ishaq Ibrahim ibn Adham menyatakan, yang terpenting seseorang harus meneliti dan membersihkan makanannya dari makanan yang tidak halal. Setelah itu, tidak ada lagi beban, walau tidak berpuasa disiang hari dan tidak bangun malam. Makanan adalah sesuatu yang sangat penting dalam keselamatan dan kehidupan ruhani manusia. Abu Bakar At-Turmudzi menyatakan, seseorang tidak akan terhalang maksudnya kepada Allah kecuali dengan tiga masalah;
Makanan yang tidak halal membawa pengaruh yang sangat besar. Imam Sahal menyatakan, orang yang makan makanan tidak halal tidak akan terbuka hijab hatinya. Sholat, puasa dan sedekahnya tidak diterima oleh Tuhan. Bahkan, dengan makanannya itu, ia akan cepat mendapatkan siksanya. Sedang Ali Al- Khowash menyatakan, beribadah dengan modal makanan tidak halal adalah seperti merpati yang mengerami telur busuk. Berarti menyusahkan diri sendiri dengan diam lama ditempat itu, padahal tidak akan ada satupun telur yang menetas. Sebaliknya, yang keluar justru barang busuk. Selain itu, makanan yang tidak halal akan berubah menjadi api yang membakar ketajaman berfikir, menghilangkan kenikmatan dzikir, membakar kesucian niat, membutakan mata hati, merapuhkan agama, menghalangi datangnya makrifat dan hikmah, dan lain-lain. "Secara umum, segala bentuk kemaksiatan yang dilakukan manusia, pada dasarnya, adalah disebabkan makanan yang masuk dalam perutnya. Karena itu, siapa yang makan makanan tidak halal kemudian berniat melakukan ketaatan, maka itu sama artinya dengan mengharapkan sesuatu yang mustahil". Sebagai perbandingan dengan makanan yang halal, Ali Al-Khowas menyatakan, seseorang yang makan makanan halal, hatinya menjadi lunak, tipis dan bersinar. Sedikit tidurnya dan tidak terhalang hatinya untuk masuk dalam Hadlirat Ilahi. Sebaliknya, orang yang makan makanan tidak halal, anggota badanya cenderung mudah melakukan maksiat. Sedemikian, sehingga Allah memberi rahmat dengan tidur agar ia bisa istirahat dari perbuatan maksiatnya, sebagaimana Allah memberikan anugerah kepada mereka yang taat dengan makanan halal agar bisa bangun malam dan ibadah kepada- Nya.
Sufyan berkata, "Carilah makanan halal dan hindari yang haram. Saya sendiri, ketika makan makanan yang halal kemudian membaca Alqur'an, terbukah bagiku 70 macam ilmu. Sebaliknya, ketika ikut makan orang yang tidak meneliti makanannya, tidak satupun ilmu yang terbuka bagiku". Bila seseorang terlanjur kemasukan makanan haram, segeralah berusaha untuk memuntahkannya. Bila tidak bisa, segera beristighfar dan bertaubat kepada Tuhan. Diantara tanda-tanda bahwa makanan yang telah masuk dalam perut tidak halal, adalah munculnya rasa gelap dalam hati, merasa berat (malas) ketika akan beribadah, malas bangun malam, badan menjadi tidak enak tanpa diketahui sebab musababnya, dan lain-lain. Karena itu, seseorang senantiasa harus meneliti dan menjaga makanannya. Tidak bisa ikut makan makanan yang belum jelas --apalagi yang telah jelas haram hanya karena sungkan atau takut pada orang yang memberi. Inilah yang sering dilupakan orang-orang sekarang. Mereka, dengan mudah ikut makan makanan yang belum jelas, dengan alasan takut menyinggung perasaan orang yang memberi. Kondisi itu, sebenarnya, sama artinya dengan seorang pemuda yang ikut mabuk bersama teman-temannya dengan alasan solidaritas teman. Ini alasan yang tidak bisa diterima. Kita tetap harus menghajarnya dan menghukuminya sebagai orang fasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar