ATURAN BERDZIKIR (seri terjemah kitab minahus saniyah)

Wacana ke 17
ATURAN BERDZIKIR


Orang yang melakukan dzikir harus mematuhi aturan-aturan yang ditentukan. 

Pertama, tidak boleh syirik dalam dzikir. Para ulama menyatakan, seseorang yang melakukan dzikir dengan masih mengandung unsur-unsur syirik, misalnya masih ada niat-niat lain selain untuk Allah, maka itu akan memutuskan hubungannya kepada Allah dan menghalangi terbukanya hijab hati; sesuai dengan besar kecilnya syirik yang dikandungnya. Karena itu, setiap guru thoriqot harus memerintahkan para muridnya untuk bersungguh-sungguh dan benar dalam melakukan dzikir. Berdzikir dengan lisan (bukan hanya --dalam-- hati). Setelah mantap, kemudian melakukan dzikir dengan lisan dan hati secara bersama-sama. Hal ini harus terus menerus dilakukan sampai seseorang mencapai tingkatan tertentu, dan seluruh anggota badannya bias merasakan ikut berdzikir. 

Kedua, mengkosongkan perut. Artinya, orang yang melakukan dzikir, sedikit demi sedikit harus mengurangi makannya. Juga mengurangi perkataanperkataan yang tidak perlu, mengurangi tidur dan menghindarkan diri dari pergaulan masyarakat yang tidak benar. Ini penting, dan seseorang yang mematangkan tauhidnya memang harus berbuat demikian. Sebab, tanpa kelakuan itu semua, nur tauhidnya akan redup, kemudian mati. Dan kenyataannya, para guru thoriqot banyak yang tidak mampu membimbing murid-muridnya, ketika mereka merusak (tidak melakukan sesuai) aturan- aturan tersebut. 

Ketiga, melakukan dzikir dengan suara keras. Ini untuk orang-orang pemula. Dengan suara keras, maka dorongan-dorongan hati, lamunan-lamunan dan lain- lain akan mudah dihilangkan. Sebaliknya, bila mereka melakukan dzikir secara pelan, dzikirnya akan mudah hilang, mudah terlena dan tidak bisa khusyuk. 

Keempat, harus didasarkan pada niat atau kehendak yang kuat. Maksudnya, orang yang melakukan dzikir harus mempunyai niat, kehendak dan harapan yang kuat untuk berhasil dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para ulama menyatakan, "Seorang murid harus melakukan dzikir dengan didasari hati dan kehendak yang kuat, sehingga tidak ada tempat sedikitpun dalam hati dan bagian tubuhnya, kecuali semua ikut bergetar; berdzikir kepada Allah". Para ulama menyamakan kuatnya dzikir ini dengan batu). Yaitu, bagaimanapun kuat dan kerasnya batu, ia akan bisa terpecahkan dengan kekuatan. Begitu pula dengan keras dan rusaknya hati; akan lunak dan tertundukkan oleh dzikir, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kemauan yang kuat. 

Kelima, dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Hal ini dikarenakan, dzikir yang dilakukan secara berjamaah lebih kuat pengaruhnya, dan lebih cepat membuka hijab. Al-Ghozali, pengarang kitab Ihya Ulumiddin, juga menyatakan hal itu. Ia menyamakan dzikir yang dilakukan secara berjamaah dengan adzan yang disampaikan secara bersama-sama. Yaitu, bahwa adzan yang dilakukan secara bebarengan (jamaah) adalah lebih kuat, lebih keras dan lebih jauh jangkauannya. Adapun soal tempat melakukan dzikir, para ulama menyatakan, bahwa yang terbaik adalah di masjid, di mushalla, atau ditempat- tempat lain yang biasa digunakan untuk dzikir. Mana yang lebih baik, dzikir dengan lafat "Lailaha illallah" saja, atau dengan lafat "Lailaha illallah Muhammad Rasulullah?". Yang lebih baik, bagi pemula, adalah cukup lafat "Lailaha Ilallah"; tanpa ada kata tambahan. Bila sudah mapan dan bagus, terserah. 

Keenam, dilakukan dengan penuh kesopanan dan takdzim. Yaitu, bahwa seseorang yang akan melakukan dzikir harus menghadirkan Keagungan Ilahy terlebih dahulu dalam hatinya. Mengonsentrasikan diri dan hatinya untuk menghadap Hadlirat Ilahy. Abu Bakar Al-Kannani menyatakan, diantara salah satu syarat dzikir adalah bahwa orang yang melaksanakannya harus menghadirkan keagungan Ilahy dalam hatinya. Menyiapkan dan memantapkan hati dalam menghadap Hadlirat Ilahy. Tanpa itu, ia tidak akan bisa mencapai kedudukan- kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan. Salah satu adab dan kesopanan dalam berdzikir adalah bahwa seseorang yang melakukan dzikir harus terlebih dahulu; (1) Bertaubat, membaca istighfar. Minta ampun atas segala dosa dan kekurangan yang pernah dilakukan. (2) Memperbanyak syukur dengan membaca al-Hamdulillah. Mengagungkan Tuhan. (3) Tidak langsung minum begitu selesai dzikir. (4) Tidak menyibukkan diri dalam urusan-urusan keduniaan, kecuali pada hal-hal yang bisa membantu memperlancar perjalanannya menuju Tuhan.

Wallahu A’lam Bishshawwab !!!! Wassalam

Fery Tangerang ( Ibnu Mahdi Al ‘Uraydhi Al Bantani )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar