Berikut ini adalah beberapa desain backdrop acara yang mungkin dapat dijadikan referensi dalam pembuatan backdrop.
semoga blog ini bermanfaat, Please subscribe n follow halaman FB saya: @pecisantrinu dan chanel youtube saya: @Pecihitam NU
Label
- A.JASA DISAIN
- aplikasi
- ARTIKEL
- BROSUR
- CERAMAH
- CONTOH PROPOSAL
- DISAIN
- Do'a
- DOWNLOAD
- DOWNLOAD KITAB
- DZIKIR DAN DO'A
- FILM
- GAME
- INFO MENARIK
- INFO UNIK
- KAJIAN
- KHUTBAH
- KISAH
- KISAH INSPIRATIF
- KITAB
- KOMIK
- MAKALAH
- MASALAH FIKIH
- MEDIA PEMBELAJARAN
- MP3 ISLAMI
- NGAJI
- RPP
- shalawat
- SKRIPSI
- SOFTWARE
- SURAT
- TOKOH
- TUTORIAL KOMPUTER
KONSEP DAN FUNGSI KURIKULUM
KONSEP DAN FUNGSI
KURIKULUM
Oleh : ST. Rodliyah
A.KONSEP KURIKULUM
Secara umum kurikulum diartikan
sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian kurikulum yang
dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang.
Dalam perkembangan kurikulum sebagai
suatu kegiatan pendidikan, timbul berbagai definisi lain, yaitu definisi yang
menentukan berbagai hal yang termasuk dalam ruang lingkupnya.
David Pratt dalam bukunya Curiculum,
Design and Development, mendefinisikan kurikulum secara sederhana,
yaitu sebagai seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat
pelatihan. Selanjutnya, ia membuat implikasi secara lebih eksplisit tentang
definisi yang dikemukakannya menjadi 5 hal, yaitu:
1.
Kurikulum adalah suatu
rencana atau intentions, yang tidak
hanya berupa perencanaan (mental) saja, tetapi pada umumnya diwujudkan dalam
bentuk tulisan.
2.
Kurikulum bukanlah
kegiatan, melainkan perencanaan atau rancangan kegiatan.
3.
Kurikulum berisi berbagai
macam hal seperti masalah yang harus dikembangkan dalam diri siswa, evaluasi
untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan ,
kualitas guru yang dituntut, dan sebagainya.
4.
Kurikulum melibatkan
maksud atau tujuan pendidikan formal, maka ia sengaja mempromosikan belajar dan
menolak sifat rambang, tanpa rencana, atau kegiatan tanpa belajar.
5.
Kurilkulum sebagai
perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai komponen seperti
tujuan, isi, system penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan
kata lain, kurikulum adalah sebuah system. (Burhan Nurgianto, 1988 :.6.)
6.
Di bawah ini kami kemukakan
pengertian kurikulum dari para pakar pendidikan sebagai berikut:
1.
John Dewey (1902): Sejak
lama telah menggunakan istilah kurikulum dan hubungannya dengan anak didik.
Dewey menegaskan bahwa kurikulum dan anak didik merupakan dua hal yang berbeda,
tetapi keduanya adalah proses tunggal dalam bidang pendidikan. Kurikulum
merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar
anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang terorganisasikan dengan baik
yang biasanya disebut kurikulum.
2.
Franklin Bobbt (1918):
Kurikulum adalah susunan pengalaman belajar terarah yang digunakan oleh sekolah
untuk membentangkan kemampuan individual anak didik.
3.
Harold Rugg (1827): Kurikulum
sebagai suatu rangkaian pengalaman yang memiliki kemanfaatan maksimum bagi anak
didik dalam mengembangkan kemampuannya untuk menyesuaikan dan menghadapi
berbagai situasi kehidupan.
4.
Hollins Caswell (1935):
Kurikulum adalah susunan pengalaman yang digunakan guru sebagai proses dan
prosedur untuk membimbing anak didik menuju kedewasaan.
5.
Ralph Tyler (1957):
Kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang direncanakan dan diarahkan
oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikannya.
6.
Hilda Taba (1962) : Kurikulum
adalah pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan
khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola
tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Biasanya dalam suatu kurikulum
sudah termasuk program penilai hasilnya.
7.
Robert Gagne (1967):
Kurikulum adalah suatu rangkaian unit materi belajar yang disusun sedemikian
rupa sehingga anak didik dapat mempelajarinya berdasarkan kemampuan awal yang
dimiliki/dikuasai sebelumnya.
8.
James Popham dan Eva Baker (1970): Kurikulum adalah seluruh hasil belajar yang direncanakan dan
merupakan tanggungjawab sekolah. Materi kurikulum mengacu pada tujuan
pengajaran yang diinginkan.
9.
Michael Schiro (1978):
Kurikulum sebagai proses pengembangan anak didik yang diharapkan terjadi dan
digunakan dalam perencanaan.
10.
Saylor, Alexander, dan Lewis (1981): Kurikulum sebagai suatu rencana yang berisi sekumpulan pengalaman
belajar bagi anak didik. Sedangkan pengertian kurikulum sebagaimana tercantum
dalam UUSPN (Depdikbud, 1989) adalah “ seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”. Adapun menurut UU RI . No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dari berbagai definisi tersebut di
atas apabila kita telaah, akan terlihat bahwa pengertian-pengertian tersebut
pada dasarnya memiliki arti yang hamper sama walaupun berbeda dalam ruang
lingkup penekanannya. Sebagian kurikulum ditafsirkan secara luas yang penekanannya mencakup mencakup seluruh
pengalaman belajar yang diorganisasikan dan dikembangkan dengan baik serta
dipersiapkan bagi anak didik untuk mengatasi situasi kehidupan sebenarnya.
Selain itu kurikulum ditafsirkan secara sempit, yaitu hanya menekankan pada
kemanfaatannya bagi guru dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.
11.Glatthorn
(1987):
Kurikulum paling tidak harus memenuhi dua criteria yaitu:
- Kurikulum harus mencerminkan
pengertian umum tentang peristilahan pendidikan sebagaimana sering
digunakan oleh pendidik.
- Kurikulum harus bermanfaat bagi
guru dalam membuat perencanaan pengajaran yang baik.
Glatthorn mengartikan kurikulum sebagai rencana yang
dibuat untuk membimbing anak belajar di sekolah, disajikan dalam bentuk dokumen
yang sudah ditentukan, disusun berdasarkan tingkat-tingkat generalisasi, dapat diaktualisasikan
dalam kelas, dapat diamati oleh pihak yang tidak berkepentingan, dan dapat
membawa perubahan tingkah laku. (Hermana Somantrie : 4).
Sedangkan pengertian
Pengembangan Kurikulum menurut Caswell adalah alat untuk membantu guru dalam
melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Sementara Beane,
Toefer dan Allesia menyatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses
di mana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasikan
melalui proses belajar mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan
efektif.
Dari kedua
definisi tersebut di atas dapat
dikatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang
merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada
hasil peilaian terhadap kurikulum yang
telah berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih
baik. Dengan kata lain pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk
menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan kurikulum atas
dasar hasil penilaian yang dilakukan selama periode waktu tertentu (Ahmad Dkk,
199863-64).
Berdasarkan pada
pengertian tersebut diatas bisa dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan
pengembngan kurikulum PAI adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
untuk menghasilkan kurikulum baru PAI, melalui langkah-langkah penyusunan
kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama periode tertentu..
B. FUNGSI KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
Setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal
dalam penyelenggaraan kegiatan sehari-harinya berlandaskan kurikulum. Kurikulum
itu sendiri dalam hal ini dapat berupa :
- Rancangan kurikulum, yaitu buku
kurikulum suatu lembaga pendidikan.
- Pelaksanaan kurikulum, yaitu suatu
proses pendidikan untuk mencapai tujuab pendidikan.
- Evaluasi kurikulum, yaitu
penilaian atau penelitian hasil-hasil pendidikan.
Dalam lingkup pendidikan formal, kegiatan merancang,
melaksanakan, dan menilai kurikulum tersebut, yaitu yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan sebagai program pengajaran.
Berbicara masalah fungsi kurikulum PAI, kita dapat
meninjau dari tiga segi, yaitu fungsi bagi sekolah yang bersangkutan, fungsi
bagi sekolah pada tingkat di atasnya, dan fungsi bagi masyarakat (Winarno
Surahmad: 6).
1.
Fungsi bagi Sekolah yang Bersangkutan.
Fungsi kurikulum PAI bagi sekolah yang bersangkutan ini
terdiri atas dua macam.
Pertama, sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
agama Islam yang diinginkan. Manifestasi kurikulum dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah berupa program pengajaran. Program pengajaran itu sendiri
merupakan suatu system yang terdiri atas berbagai komponen yang kesemuanya itu
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kedua, kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur
kegiatan-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Dalam pelaksanaan
pengajaran misalnya, telah ditentukan macam-macam bidang studi, alokasi waktu,
pokok bahasan atau materi pelajaran untuk tiap semester, sumber bahan, metode
atau bahan pengajaran, alat dan media pengajaran yang diperlukan.
2.
Fungsi bagi Sekolah Tingkat Di atasnya
Kurikulum dapat berfungsi sebagai pengontrol atau
pemelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum PAI di
sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada tingkat di atasnya dapat
mengadakan penyesuaian. Misalnya, Jika suatu bidang studi telah diberikan pada
kurikulum sekolah di tingkat bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya
pada kurikulum sekolah tingkat di atasnya terutama dalam hal pemilihan bahan
pengajaran, jangan sampai terulang kembali karena hal itu untuk menjaga
kesinambungan bahan pelajaran.
3.
Fungsi bagi Masyarakat.
Pada umumnya sekolah dipersiapkan untuk terjun di
masyarakat atau tegasnya untuk bekerja sesuai dengan keterampilan profesi yang
dimilikinya. Oleh karena itu, kurikulum sekolah haruslah mengetahui atau
mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat atau para pemakai
tamatan sekolah. Untuk keperluan itu perlu kerjasama antara pihak sekolah
dengan pihak luar dalam hal pembenahan kurikulum yang diharapkan. Dengan
demikian, masyarakat atau para pemakai lulusan sekolah dapat memberikan
bantuan, kritik atau saran-saran yang berguna bagi penyempurnaan program
pendidikan di sekolah. Agar tidak
terjadi lulusan sekolah belum siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang
dibutuhkan dalam lapangan pekerjaan. Sehingga akhirnya terjadi penumpukan
pengangguran.
Selain itu secara umum kurikulum
memiliki fungsi sebagaimana yang diungkapkan oleh Alexander Inglis, sebagai
berikut:
- The adjustive of
adaptive function (fungsi penyesuaian)
Masyarakat dalam arti luas, yaitu
sekelompok manusia yang mempunyai dasar, tujuan dan kebudayaan tertentu.
Walaupun masyarakat itu statis atau dinamis ia selalu membangun, minimal untuk
mempertahankan hidupnya supaya tidak punah. Karena itu individu yang hidup
dalam masyarakat harus mampu menyesuaian diri terhadap lingkungannya secara
menyeluruh sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Di sini fungsi
kurikulum harus mampu menata keadaan
masyarakat agar dapat dibawa ke lingkungan sekolah untuk dijadikan obyek
pelajaran para siswa.
- The intregrating
function (Fungsi pengintegrasian)
Kelompok social sangat mempengaruhi
tingkah laku anak, baik yang bersifat positif (membangun) maupun negative
(merusak). Pengaruh yang baik diperoleh anak melalui kerjasama yang baik,
harmonis serta adanya upaya pemecahan masalah bersama. Sedangkan pengaruh
negative timbul karena pengaruh kelompok yang menilai negative timbulnya
persaiangan dan tujuan yang tidak baik, sehingga tingkah laku anak tidak
berkembang dan tidak bisa diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum
harus mampu menyiapkan pengalaman-pengalaman belajar yang dapat mendidik
pribadi yang terintegrasi, karena individu-individu yang berada di sekolah
merupakan bagian dari masyarakat yang harus mampu melakukan pengintegrasian
sesuai dengan norma-norma masyarakat.
3.The differentiating function (Fungsi
pembedaan).
Perbedaan-perbedaan individu di
sekolah harus menjadi dasar pertimbangan dalam memberikan pelayanan. Siswa yang
beraneka ragam latar belakang social budaya dan ekonominya merupakan generasi
yang harus mendapat perhatian pengayoman dan pendidikan yang sesuai dengan potensi
masing-masing. Karena itu pelayanan sekolah yang berkaiatan dengan kegiatan
bakat dan minat siswa harus diarahkan untuk memotifasi siswa agar mereka mampu
berpikir kritis dan kreatif dalam mendorong kemajuan social dalam masyarakat.
Jelas bahwa fungsi kurikulum dalam hal ini harus mampu melayani pengembangan
potensi individu yang akan hidup terjun di lingkungan masyarakat.
4.The prepaedetic function (Fungsi Persiapan)
Keinginan untuk berhubungan satu sama
lain inilah yang membuktikan bahwa manusia itu pada hakikatnya mempunyai naluri
untuk selalu hidup berkelompok. Bahkan, tidak jarang pada manusia selalu timbul
rasa tidak puas terhadap sesuatu yang sudah dicapai. Hal ini menimbulkan
dorongan dan cita-cita ingin melanjutkan keinginannya ke yang lebih tinggi
lagi. Untuk itu, fungsi kurikulum dalam kaitan ini harus mampu mempersiapkan
anak didik untuk melanjutkan studi atau meraih ilmu pengetahuan yang lebih
tinggi dan lebih mendalam dengan jangkauan yang luas.
5. The selective function (Fungsi Pemilihan)
Dalam usaha memuaskan kebutuhan akan
perkembangan bakat dan minat anak didik, maka sekolah berupaya menyiapkan
program yang mampu mendukung, mengembangkan bakat masing-masing siswa.
Program-program yang matang di dapat bila sekolah melakukan penyeleksian secara
selektif terhadap pengalaman belajar yang memungkinkan dapat diorganisasikan
dalam suatu bentuk organisasi kurikulum, sehingga lebih memudahkan tercapainya
tujuan pendidikan.
6. The diagnotic function (Fungsi diagnosa)
Upaya untuk melakukan pelayanan
terhadap anak didik harus samapai pada tingkat mengarahkan siswa agar mereka
mampu memahami dirinya, mengarahkan dirinya, mengembangkan dirinya,
menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Selain
itu, mampu memecahkan masalah dalam lingkungan keluarga, masyarakat serta
menyadari akan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, sehingga siswa dapat
memperbaiki dirinya dengan bimbingan dan pengarahan guru (Alexander Inglis,
1918).
Dengan demikian fungsi kurikulum
secara umum adalah untuk memberi bekal kepada siswa untuk bisa hidup secara
mandiri dengan cara mengembangkan bakat
dan minat yang mereka miliki. Sedangkan fungsi kurikulum PAI adalah untuk
memberikan bekal bagi siswa dalam menjalankan kehidupan agar mereka tidak
keluar dari nilai-nilai ajaran agama.
REFERENSI
Alexander Inglis. The
Principles Of Secendary Education, 1918.
Burhan Nurgianto, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum Sekolah, BPFE, Yokyakarta, 1988, hlm.6
Suerachmad, Winarno, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Depdikbud, Jakarta : 1977.
Nurgiantoro,Burhan. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, BPEF, Yogyakarta :
1988, hlm. 9.
UU. RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kloang Klede Putra Timur. 2003
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada Masa Reformasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa
transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin
mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia demokrasi sedang
marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah
berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu
bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk
masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan
perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan
sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep,
serta tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma
baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru.
Era Reformasi dalam pemerintahan negara Indonesia
memberikan angin segar bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, setelah
sebelumnya pada masa orde baru program-program pendidikan yang ditargetkan
telah gagal. Krisis ekonomi yang berlangsung
sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi Nasional.
Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan
diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde
Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan,
berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari
pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan
masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu
masyarakat madani Indonesia,
Mencermati realitas sosial pendidikan Islam pada kisaran terakhir
ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam.
Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi
pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian,
seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka
menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan.
Salah satu hasil yang mengembirakan bagi tranformasi pendidikan Islam
di zaman orde reformasi adalah hasil amandemen ke-4 pasal 31 UUD 1945 dan
diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta diberlakukannya PP.
55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dengan
demikian eksistensi pendidikan Islam semakin diakui dalam tatanan pendidikan
nasional.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kurikulum pendidikan Islam pada masa reformasi?
2.
Bagaimana institusi pendidikan Islam pada masa reformasi?
3.
Bagaimana kultur pendidikan Islam pada masa reformasi?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan pemerintahan, politik
pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang sering mengakibatkan terjadinya
perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai contoh setelah Indonesia merdeka pra Orde
Baru terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan
dikeluarkannya retjcana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh
sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami
penyempurnaan dan dan diberinana rentjana Pelajaran terurai 1952. Perubahan
kedua terjadi dengan dikeluarkannya rentjana pendidikan tahun 1964,
perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran
segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan
matematika.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya rezim Orde Baru
dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan
eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai dengan amanat
perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu menyempurnakan
UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntututan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum yang sesuai
dengan standar nasional pendidikan. Agar kurikulum yang digunakan di sekolah
sesuai dengan standar Nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22
tahun 2006 tentang standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar
dan struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan
Departemen Agama tidak ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan
Menteri Agama No. 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar
isi Pendidikan Agama Islam dan Bhasa Arab di Madrasah.
Perubahan
dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena
kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan
perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subandijah
(1993:3), bahwa : Apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sipat
anticipatori, bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa
kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya
melaporkan keberhasilan peserta didik.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1
ayat 19 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan
kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan
bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan
dalam kurikulum pendidikan bangsa tersebut.
Berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, Shaleh (2006:90)
mengemukakan ada beberapa ketentuan yang menjadi landasan pembentukan kurikulum
pendidikan agama secara luas, yaitu:
1) Asas
Muhammd al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa Asas-asas umum yang menjadi
landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama itu adalah sebagai berikut:
a. Asas agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem
pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada
ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, muamalah dan hubungan-hubungan yang
berlaku di dalam masyarakat.
b. Asas falsafah
Dasar filosofis memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam,
sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung kebenaran, terutama dari
sisi nilai-nilai sebagai pendangan hidup.
c. Asas psikologi
Kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan
pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui peserta didik.
d. Asas sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi
individu dalam masyarakatnya.
e. Asas tujuan
Pada tujuan pendidikan agama Islam baik SD, SMP, maupun SMA, secara
redaksional sama. Yaitu subtansinya adalah bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, ketakwaan dan ahlak mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan
pengalaman, sehingga setelah proses pendidikan berakhir, peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan
pribadi, berbangsa dan bernegara (Shaleh, 2006).
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 boleh dikatakan sebagai awal
lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah
kepada pencapaian kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun
Psikomotor.
Penyusunan kurikulum sebagaimana disebutkan dalam pasal 36 ayat 3 bahwa
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan Iman Dan Takwa;
b. Peningkatan Akhlak Mulia;
c. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Dan Minat Peserta Didik;
d. Keragaman Potensi Daerah Dan Lingkungan;
e. Tuntutan Pembangunan Daerah Dan Nasional;
f. Tuntutan Dunia Kerja;
g. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni;
h. Agama;
i.
Dinamika Perkembangan
Global; Dan
j.
Persatuan Nasional Dan
Nilai-Nilai Kebangsaan.
Selanjutnya, pada pasal 37 secara berturut-turut dinyatakan bahwa kurikulum
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi wajib memuat pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, bahasa, dan untuk pendidikan dasar dan menengah
masih diwajibkan materi lainnya (Soebahar, 2009).
Pada masa reformasi ini telah dikembangkan dua model kurikulum, yaitu
kurikulum KBK pada tahun 2004 dan KTSP pada tahun 2006, Dalam KBK
tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI (kita ambil contoh di jenjang
SMP), Standar Kompetensi yang disajikan sangat sederhana tapi cukup mendalam
dan mencerminkan standar kompetensi pendidikan Islam yang menyeluruh
sebagaimana berikut:
1.
Mengamalkan ajaran AL Qur’an /Hadits
dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Menerapkan aqidah Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
3.
Menerapkan akhlakul karimah (akhlaq
mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan sehari.
4.
Menerapkan syariah (hukum Islam)
dalam kehidupan sehari-hari).
5.
Mengambil Manfaat dari Sejarah
Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku
untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari kelima
standar kompetensi tersebut diuraikan lagi menjadi beberapa kompetensi
dasar yang memiliki cakupan materi yang cukup dalam dan luas. Sebagai
contoh untuk standar kompetensi dasar yang pertama di kelas VII diurai ke dalam
lima kompetensi Dasar yaitu:
1.
Siswa mampu membaca, mengartikan dan
menyalin surat adduha
2.
Siswa mampu membaca, mengartikan dan
menyalin surat Al Adiyat
3.
Siswa mampu menerapkan hukum bacaan
Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
4.
Siswa mampu mempraktikan hukum
bacaan Nun mati dan Tanwin dan mim mati
5.
Siswa mampu membaca, mengartikan,
dan menyalin hadits tentang Rukun Islam.
Sementar
dalam KBK tahun 2006 (KTSP), setandar kompetensi yang disajikan untuk mata
pelajaran pendidikan Agama Islam adalah: sangat banyak tapi bobotnya amat
dangkal, untuk kelas VII terdapat 14 SK, untuk kelas VIII terdapat 15 SK, dan
untuk kelas IX terdapat 13 SK. Sebagai perbandingan berikut kami kemukakan
kompetensi PAI kelas VII semester I.
1.
Menerapkan tata
cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah
dan “Al”- Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
2.
Meningkatkan
pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada
Allah sampai kepada iman pada Qadha dan Qadar serta Asmaul Husna.
3.
Menjelaskan dan
membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjauhkan diri
dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.
4.
Menjelaskan tata
cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun
shalat sunat.
5.
Memahami dan
meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah
masuk dan berkembangnya Islam di nusantara.
2. Instituai Pendidikan Islam pada masa
reformasi
Kegiatan
pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks
pendidikan, lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di
luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal yang nyata, seperti tumbuhan,
orang, keadaan, politik, kepercayaan dan upaya lain yang dilakukan manusia,
termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Di dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya, keluarga, sekolah
dan masyarakat akan menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan
menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan
religius. Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang berkembang, ia
membutuhkan pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak harus dapat
berkembang secara bebas, tetapi terarah. Pendidikan harus dapat memberikan
motivasi dalam mengaktifkan anak.
Menurut Daulay dalam bukunya “Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan
Penddikan Islam Di Indonesia”, perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia
hingga saat sekarang ini telah melalui tiga periodesasi. Pertama,
periode awal sejak kedatangan Islam ke idonesia sampai masuknya ide-ide
pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke dua puluh. Periode ini ditandai dengan
pendidikan Islam yang terkonsentrasi di pesanren, dayah, surau atau masjid
dengan titik fokus adalah ilmu-ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab
klasik. Periode kedua, periode ini telah dimasuki oleh ide-ide
pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua puluh. Periode ini ditandai
dengan lahirnya madrasah. Sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah
memasukkan mata pelajaran umum kedalam program kurikulum pendidikan mereka, dan
juga telah mengadopsi sistem pendidikan modern seperti metode, manajerial,
klasikal dan lainsebagainya. Ketiga, pendidikan Islam telah terintegrasi
kedalam sistem pendidikan Nasional sejak lahirnya undang-undang nomor 2 tahun
1989 dilanjutkan pula dengan undang-undang No. 20 tahun 2003.
Sejak Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia
semakin memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Pesantren, berkembang dari
bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren modern (khalafy).
Pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir diseluruh Indonesia.
Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah
seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua,
metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode
sorogan, wetonan dan hafalan. Ketiga, pendidikan agama Islam
dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Di dalam lembaga sekolah, Pada tahun 2003 pendidikan agama Islam
dipertegas melalui undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 12, yang mana pada
periode sebelumnya pendidikan agama Islam kurang diperdulikan.
Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan
pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal, dan informal. Sebagai lembaga pendidikan
formal diakui keberadaan madrasah yang setara dan sama dengan sekolah.
Pendidikan Islam dalam pengertian institusi adalah institusi-institusi
pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, sekolah umum berciri KeIslaman,
dan sebagainya (Soebahar, 2009:16).
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan mengenai ketentuan
yang berkaitan dengan institusi pendidikan Islam. Sebagaimana termaktub pada
pasal 15 dan pasal 30 ayat (3-4), dinyatakan bahwa:
1.
Pendidikan
keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal (pasal 3).
2.
Pendidikan
keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera,
dan bentuk lain yang sejenis (pasal 4).
Lembaga pendidikan formal dijelaskan secara berurut dalam pasal 17,
18, 19 dan 20 mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi
sebagaimana berikut:
Pasal 17
1)
Pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2)
Pendidikan dasar berbentuk sekolah
dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain
yang sederajat.
Pasal 18
1)
Pendidikan menengah merupakan
lanjutan pendidikan dasar.
2)
Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
3)
Pendidikan menengah berbentuk
sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 19
1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
pendidikan tinggi.
2)
Pendidikan tinggi diselenggarakan
dengan sistem terbuka.
Pasal 20
1)
Perguruan tinggi dapat berbentuk
akademi, politeknik, sekolah tinggi, Institut, atau universitas.
2)
Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3)
Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Lembaga pendidikan Nonformal dijelaskan dalam pasal 26 ayat 4:
satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis.
Lembaga pendidikan informal dalam pasal 28 ayat 3: kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan anak usia dini diterangkan dalam pasal 28 ayat 3:
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidika formal berbentuk taman kanak-kanak
(TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketentuan-ketentuan mengenai lembaga pendidikan Islam yang
termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut selanjutnya dijelaskan dalam
peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan
agama dan pendidikan keagamaan.
3.
Kultur Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave (1980) berpendapat
tentang peradaban manusia, yaitu: (1) peradaban yang dibawa oleh penemuan pertanian,
(2) peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan (3)
peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi informasi dan komunikasi.
Perubahan terbesar yang diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah terjadinya
pergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah laku masyarakat. Salah satu
ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya
terjadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigman yang
digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan
organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan
zaman (Umiarso, 2010:177).
Reformasi
merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis dan menjadi kata kunci
dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air
tercinta ini, termasuk reformasi dibidang pendidikan.
Secara konstitusional ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan pada agama. Artinya, bahwa negara Indonesia melindungi dan menghargai
kehidupan beragama dari seluruh warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia
sebagai bagian dari masyarakat global akan memasuki abad yang penuh dengan
persaingan bebas. Oleh kerana itulah kecenderungan masa kini akan ditandai oleh
ledakan pengetahuan dan ledakan informasi. Reformasi pendidikan merupakan hukum
alam yang akan mencari jalannya sendiri, khususnya memasuki masa millennium
ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan persaingan.
Dengan adanya sumber daya manusia yang unggul dalam penguasaan berbagai ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka bangsa Indonesia akan dapat mengerakkan sektor-
sektor industri secara efisien dan produktif serta mampu bersaing di pasar
dunia..
Dalam
konteks ke-Indonesiaan, sebagai salah satu desakan arus reformasi, perubahan
paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan tantangan
tersendiri bagi aspek kehidupan, tak terkecuali dunia kependidikan. Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus
melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus
menerus.
Oleh karena
itu, dalam era globalisasi saat ini sektor pendidikan perlu difungsikan sebagai
ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia dan sumber daya bangsa
agar memiliki unggulan kompetetif dalam berbangsa dan dan bernegara
ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global. Maka keterkaitan antara
proses pendidikan dan kehidupan politik dalam arti bahwa pendidikan tidak
terlepas dari politik dan politik itu sendiri adalah pendidikan. Pendidikan adalah
metode yang paling fundamental di dalam kemajuan sosial dan reformasi.
Proses
pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang
terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari
kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma [paradigma shift]
dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali
kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah
membangun suatu masyarakat madani Indonesia, oleh karena itu, arah perubahan
paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani
Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama
ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan
tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih
cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down,
orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan
didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan,
serta teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan
pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua,
paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan
bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik;
artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan
dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum. Meningkatnya
peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya
pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga,
LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya
pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada
terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Dari
pemaparan-pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan
diantaranya:
1.
Lahirnya UU Sisdiknas
No 20 tahun 2003 merupakan awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana
kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik
kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotorik. Dengan dasar UU ini telah
dikembangkan dua model kurikulum PAI, yaitu kurikulum PAI dalam KBK pada tahun
2004 dan kurikulum PAI dalam KTSP pada tahun 2006.
2.
Institusi
pendidikan Islam pada masa ini sebagaimana diakui dalam UU No.20 tahun 2003
adalah meliputi lembaga formal, informal, dan non formal. Diantara
institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah,
diniyah, sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya.
3.
Pada era globalisasi seperti ini,
pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar
secara terus menerus. Kultur
pendidikan Islam pada masa ini lebih berorientasi
pada sistem disentralistik, kebijakan
pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih
bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan
kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir,
menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif,
produktif, dan kesadaran hukum.
Daftar Pustaka
Shaleh, Abdul Rachman, 2006, Pendidikan Agama & Pembangunan
Watak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shaleh, Abdul Rachman, 2004, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa,
Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.
Soebahar, Abd. Halim, 2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam,
Jakarta: Kalam Mulia.
Soebahar, Abd. Halim, 2009, Matriks Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Umiarso, Haris Fathoni Makmur, 2010, Pendidikan Islam Dan Krisis
Moralisme Masyarakat Modern Membangun Pendidikan Islam Monokhotomik-Holistik,
Jogjakarta: Ircisod.
Subandijah, 1993,
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Langganan:
Postingan (Atom)